TEMPO.CO, Yogyakarta - Fraksi Partai Kebangkitan Nasional yang merupakan gabungan Partai Kebangkitan Bangsa dan Nasional Demokrat di DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta terancam pecah. Penyebabnya, kedua partai ini berbeda sikap ihwal persyaratan calon gubernur dalam rancangan peraturan daerah. “Kalau Nasdem tetap tak sejalan, PKB akan mendirikan fraksi sendiri,” kata Ketua PKB DIY Agus Sulistiyono, Selasa 17 Maret 2015.
PKB, kata dia, menginginkan aturan tentang persyaratan calon gubernur dalam Raperda Istimewa tentang pengisian jabatan itu tak diutak-atik. “Tetap merujuk pada Undang-Undang Keistimewaan DIY,” katanya.
Syarat calon gubernur dan wakilnya itu tertuang dalam pasal 3 ayat 1 huruf m raperda. Isinya seorang calon wajib “menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak”. Syarat itu dinukil dari aturan persyaratan yang ada di Undang-Undang nomor 13 tahun 2012 tentang keistimewaan DIY. Persyaratan ini secara tak langsung menyebutkan calon gubernur haruslah laki-laki.
Keputusan PKB untuk tetap mempertahankan isi raperda sesuai dengan UU keistimewaan itu, ia mengatakan, didapat setelah menerima masukan dari ulama dan masyarakat. UU Keistimewaan, lanjut dia, merupakan hasil perjuangan masyarakat DIY yang harus tetap dipertahankan. “Sekarang kami sedang susun surat instruksi pada fraksi agar ini dipatuhi,” katanya.
Fraksi Kebangkitan Nasional terdiri dari delapan orang legislator. Lima orang asal PKB dan tiga orang asal Nasdem. “Anggota kami cukup untuk mendirikan fraksi sendiri,” katanya. Untuk mendirikan satu fraksi dibutuhkan minimal empat orang legislator. “Saya masih berharap Nasdem bisa sejalan.”
Anggota Fraksi Kebangkitan Nasional asal Nasdem Suparja mengatakan partainya belum memutuskan sikap resmi soal persyaratan calon gubernur dalam raperda itu. Tapi, dia mengakui awalnya memang mengusulkan agar bunyi persyaratan itu ditambah kata “suami”. Sehingga membuka peluang siapapun, baik lelaki maupun perempuan, menjadi gubernur. “(Raperda) ini kan sifatnya umum untuk masyarakat,” katanya.
Aspirasi ini sesuai keinginan Sultan Hamengku Buwono X yang juga menjabat Gubernur Yogyakarta. Sultan menginginkan jabatan gubernur DIY juga terbuka untuk perempuan. Sultan menilai persyaratan yang ada dalam UU Keistimewaan itu diskriminatif. Adapun Sultan memang tidak punya anak laki-laki dari permaisuri Gusti Kanjeng Ratu Hemas yang memberinya lima anak perempuan.
ANANG ZAKARIA