TEMPO.CO , Jakarta: Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyatakan hampir 75 persen wilayah adat di Indonesia dibebani izin tambang, hak penguasahaan hutan, dan peruntukan lahan non-hutan. Menurut Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Abdon Nababan, pemberian izin ini merampas wilayah adat, merusak lingkungan, dan melanggar hak asasi. “Kriminalisasi terhadap masyarakat adat juga kerap terjadi,” kata Abdon dalam acara bertajuk Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara, Selasa, 10 Maret 2015.
Aliansi Masyarakat Adat memperkirakan luas hutan adat sekitar 55,5 juta hektare. Dari jumlah itu, separuhnya perlu direhabilitasi. Luas hutan itu mencakup kawasan hutan tanpa tutupan, kawasan hutan terdeforestasi, dan kawasan hutan terdegradasi.
Setelah putusan Mahkamah Konstistusi pada Mei 2013 yang menyatakan hutan di wilayah adat atau hutan adat bukan lagi hutan negara, posisi hutan adat makin kuat secara hukum. Masalahnya, menurut Abdon, sampai saat ini pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo belum mengeluarkan peraturan pemerintah untuk melaksanakan putusan tersebut.
Surat Edaran Menteri Kehutanan Bernomor 1/Menhut-II/2013 yang disampaikan ke Gubernur, Bupati, Walikota, dan kepala dinas kehutanan di seluruh Indonesia masih menegaskan penetapan kawasan hutan adat tetap berada di tangan Menteri Kehutanan. Surat ini yang diterbitkan setelah putusan Mahkamah itu mensyaratkan adanya peraturan daerah untuk menetapkan kawasan hutan adat oleh Menteri.
Untuk mempercepat pengakuan dan perlindungan hutan adat, Aliansi Masyarakat Adat mendesak Presiden Jokowi segera membentuk satuan tugas masyarakat adat. Satuan tugas ini sangat penting untuk menyusun kerangka kerja pengakuan, perlindungan, dan pemulihan hak-hak masyarakat adat.
Menurut Abdon, pembentukan satuan tugas masyarakat adat akan menunjukkan pemerintahan Jokowi melakukan rekonsialiasi antara negara dan masyarakat adat. Sebab, kata dia, pemerintahan periode sebelumnya kerap menggusur masyarakat adat dengan demi kepentingan pembangunan. “Pemerintahan Jokowi tidak boleh mengulang kesalahan yang sama dengan pemerintahan sebelumnya,” ujar dia.
Penggusuran masyarakat adat kerap diwarnai kekerasan oleh aparat keamanan. Masalah serupa juga disampaikan Candido Mezua, Presiden Masyarakat Adat Amerika Latin, yang hadir dalam acara tersebut. “Kriminalisasi dan pembunuhan masyarakat adat juga terjadi di negara kami,” kata dia.
Staf Khusus Sekretaris Kabinet Jaleswari Pramodhawardani mengatakan pembangunan infrastruktur lima tahun ke depan yang diprioritaskan Presiden Jokowi akan membutuhkan pembebasan yang sangat luas. Kebijakan pembangunan ini, kata dia, pasti akan bersinggungan dengan tanah masyarakat adat. “Presiden telah memerintahkan aparaturnya berhati-hati. Jangan sampai kepentingan masyarakat adat diabaikan,” kata Jaleswari.
Adapun dukungan Aliansi Masyarakat Adat terhadap Jokowi akan dievalusi dalam Rapat Kerja Nasional ke-4 Aliansi di Sorong, Papua Barat, 15-19 Maret 2015.”Kami akan tentukan sikap, apakah tetap bersama Jokowi atau sebaliknya, melawan,” kata Abdon.
Saat pemilihan presiden 2014, AMAN mengerahkan masyarakat adat memilih pasangan Jokowi-Jusuf Kalla yang diusung Koalisi Indonesia Hebat. Abdon mengklaim Aliansi menggalang 12 juta suara untuk memenangkan Jokowi. Sekarang mereka menagih komitmen Jokowi-JK.
AHMAD NURHASIM