TEMPO.CO, Yogyakarta - Eksekusi mati para terpidana kasus narkotika akan dilaksanakan pada detik yang sama untuk 10 orang. Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan, semua terpidana mati jilid 2 akan dieksekusi di Nusakambangan.
"Berbarengan, untuk menghilangkan beban psikologis," kata Jaksa Agung di kantor Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin, 9 Maret 2015
Secara teknis, satu orang terpidana mati akan dieksekusi oleh satu regu polisi yang terdiri dari 13 orang, termasuk ketua regu. Namun, dari satu regu itu hanya 3 senjata laras panjang yang berisi peluru tajam yang akan dihujamkan ke jantung terpidana.
Tim dalam regu itu juga tidak tahu senjata yang berisi peluru tajam untuk menghindari beban psikologi regu tembak itu. Tugas ketua regu menembak tereksekusi jika dokter menyatakan belum meninggal dunia. Yaitu dengan menembak di kepala atas telinga tereksekusi.
Prasetyo menjelaskan jika terpidana mati adalah 10 orang, maka para eksekutor dengan senjata standar Kepolisian itu tinggal mengalikan 13 orang. Para tereksekusi akan ditutup mata. Namun, jika ada yang ingin dieksekusi dengan mata terbuka juga dibolehkan.
"Normatifnya ditutup (mata)," kata Prasetyo.
Dia mengakui, mengeksekusi mati terpidana kasus narkotika bukanlah hal yang menyenangkan. Tetapi harus dilakukan mengingat efek narkotika yang merusak sangat dahsyat. Bahkan Indonesia saat ini sudah darurat narkoba (narkotika dan obat-obatan terlarang).
Prasetyo menambahkan, lokasi eksekusi di Nusakambangan susah sangat sesuai karena lokasinya tertutup. Orang-orang yang tidak berkepentingan hanya dibolehkan sampai di pelabuhan saja.
Jenazah para terpidana, ada yang dikembalikan ke keluarganya, ada pula yang minta dikremasi. Merupakan tanggungjawab negara untuk mengurus jasad para terpidana itu.
SYAIFULLAH