TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Kesehatan DPR RI Yusuf Macan Effendi mengatakan pihaknya sudah menerima laporan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan soal kasus obat bius maut buatan PT Kalbe Farma Tbk. "Kami sudah menerimanya sejak lima hari lalu," katanya saat dihubungi Tempo pada Senin, 2 Maret 2015.
Walau begitu, menurut dia, isi dari hasil investigasi yang dilakukan Badan POM itu masih bersifat rahasia. "Intinya, sih, memang ada kesalahan dalam proses," katanya. Dede Yusuf, panggilan Yusuf, enggan menjelaskan lebih lanjut proses mana yang salah.
Ia belum bisa memberi tahu pihak mana yang lalai dalam kasus yang mengakibatkan dua pasien meninggal tersebut. Laporan dari BPOM akan dibahas terlebih dulu dengan anggota DPR lainnya. Dewan juga akan mengundang para ahli farmasi lain setelah masa reses berakhir. "Masalahnya, saat ini para anggota DPR sedang ada di daerah pemilihan masing-masing," katanya.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menuntut adanya transparansi dalam pemberian dan pelaksanaan sanksi dalam kasus salah label anestesi Buvanest yang diproduksi PT Kalbe Farma. "Siapa pun yang salah perlu mendapat sanksi tegas karena menelan korban jiwa," ujar Tulus ketika dihubungi Tempo, Minggu, 1 Maret 2015.
Sebelumnya, dua pasien Rumah Sakit Siloam Tangerang meninggal pada Jumat, 13 Februari 2015, setelah diberi obat bius yang disuntikkan produksi Kalbe Farma. Keduanya tewas setelah disuntik obat bius Buvanest Spinal. Belakangan diketahui bahwa obat itu bukan Buvanest, melainkan obat dengan kandungan asam Tranexamat.
Tulus melanjutkan, sanksi berat diperlukan agar insiden salah label ini tak terulang. Adapun transparansi dibutuhkan agar masyarakat bisa melihat bahwa pihak yang bersalah benar-benar menerima dan menjalani sanksi yang diberikan. BPOM, Tulus menambahkan, juga patut bertanggung jawab terhadap insiden ini. Ia meminta BPOM memperketat audit terhadap produksi obat-obatan sehingga tak terulang insiden serupa. "Terutama audit terhadap obat-obat produksi Kalbe," ujar Tulus.
MITRA TARIGAN