TEMPO.CO , Bandar Lampung: Sehari menjelang peringatan tahun baru Imlek 2566, ratusan warga Tionghoa di Bandar Lampung menyerbu sebuah toko penjual berbagai kebutuhan ibadah dan pernik imlek, Rabu, 18 Februari 2015. Mereka berburu uang kertas, baju mainan, kue tutun dan berbagai keperluan untuk kebaktian pada Rabu malam.
“Sebenarnya sudah borong segala keperluan Imlek sepekan lalu tapi masih ada yang kurang,” kata Catherine alias Sien Sien, 21 tahun, warga Way Halim Bandar Lampung, Rabu, 18 Februari 2015.
Toko Sukaraja yang berada di Jalan Hasanudin, Telukbetung riuh rendah dengan ratusan warga etnis Tionghoa dari berbagai kalangan umur. Mereka larut memilih berbagai keperluan, sementara pemilik toko sibuk menjelaskan kegunaan masing-masing barang yang akan digunakan dalam sembahyang. “Kalau generasi seperti saya sudah banyak tidak tahu. Di toko ini pemilik rela menjelaskan dan membimbing pernik tradisi leluhur,” kata Sin Sien, gadis penganut Katholik itu.
Pemilik toko, Cing Cing, 45 tahun, mengaku sehari sebelum perayaan Imlek kesibukannya bertambah. Generasi muda Tionghoa, kata dia, tidak tahu soal tradisi leluhur karena orang tua mereka tidak mengenalkan tradisi sejak dini. “Ada beberapa faktor ya, di antaranya agama yang dianut tidak lagi sama dengan agama leluhur,” katanya.
Cing Cing merupakan generasi keempat pemilik toko yang sejak tahun 1942-an mengkhususkan menjual segala pernik persembahyangan bagi etnis Tionghoa. Di toko kecil itu dijual lilin, hio, kue tutun, lampion, uang kertas hingga gantungan kunci dan amplop ang pao. Harganya mulai Rp 25.000 hingga Rp 3 juta. “Paling mahal lilin dengan ukuran 2.000 kati dan lampion besar,” katanya.
Uniknya, pemilik toko enggan melakukan tawar menawar terhadap barang yang dijual. Meski begitu, pembeli tidak keberatan karena harga yang dijual memang lebih murah dibanding di supermarket atau toko lain di Bandar Lampung.
“Asal sudah sama-sama tahu dan menyadari kalau ini persoalan ibadah. Kami tidak mengambil keuntungan besar. Satu item barang keuntungan 5 sampai 10 persen saja,” katanya.
Saat musim Imlek atau ibadah Ceng Beng, omzet toko ini terdongkrak hingga berlipat-lipat. Di hari biasa mereka hanya berharap pada orang mati atau ketaatan warga Tionghoa untuk beribadah. “Ini rezeki musiman saja,” katanya.
NUROCHMAN ARRAZIE