TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Aziz Syamsuddin, mengatakan Komisinya telah menjadwalkan kunjungan ke Papua. "Tujuan ke sana salah satunya meninjau Lapas (Lembaga Pemasayarakatan Sorong)," kata Aziz yang dihubungi Tempo, Selasa, 3 Februari 2015.
Lapas Sorong merupakan rumah tahanan Labora Sitorus, anggota polisi terpidana kasus pembalakan liar dan penyelundupan bahan bakar minyak. Labora diketahui keluar dari penjara itu pada April 2014 dengan alasan sakit. Namun, setelah diobati di rumah sakit TNI AL, Labora tak kunjung kembali ke lapas.
Aziz berujar Komisi Hukum juga akan memanggil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly untuk menjelaskan penyebab kaburnya Labora dari Lapas Sorong. Komisinya, kata Aziz, akan rapat terlebih dulu untuk menentukan apakah perlu ada sanksi yang dijatuhkan kepada aparat di Kementerian Hukum.
Labora bebas berbekal surat keterangan yang diberikan Kepala Lapas Sorong. Aziz menilai pemberian surat bebas itu janggal karena Lapas Sorong seharusnya tidak bisa mengeluarkan surat bebas. Surat tersebut semestinya dikeluarkan oleh pengadilan tinggi atau Mahkamah Agung.
Tak kembali ke lapas, Labora sebenarnya berada di rumah pribadinya di Sorong. Upaya penjemputan kembali tidak bisa dilakukan oleh pihak Lapas. "Polisi tidak bisa menjemput. Labora tidak mau dan dia punya banyak pendukung," kata Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum Handoyo Sudrajat.
Handoyo memberi batas waktu agar Labora kembali ke tahanan. Ia menugaskan Kepala Divisi Pemasyarakatan dan Kepala Lapas Sorong untuk menjelaskan kepada Labora bahwa surat keterangan bebasnya tidak punya landasan hukum. "Batas waktunya satu minggu, tapi bisa berubah tergantung kondisi lapangan," kata Handoyo.
Pengadilan Tinggi Sorong, Papua Barat, menjatuhkan vonis kepada Labora 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta karena telah melanggar Undang-Undang Migas dan Undang-Undang Kehutanan. Anggota Polri berpangkat brigadir satu ini pun dicurigai memiliki transaksi mencapai Rp 1,5 triliun di rekeningnya.
Pada Oktober 2014, Mahkamah Agung menguatkan hukuman bagi Labora selama 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar. Labora dinyatakan terbukti memiliki jumlah uang tak wajar selama bertugas sebagai polisi di Papua Barat. Vonis tersebut mengantarkan dia ke LP Sorong untuk menjalani hukuman.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA