TEMPO.CO, Pekalongan - Meski terbukti paling unggul dalam uji publik, bakal calon kepala daerah yang diajukan partai politik belum tentu menjadi calon kepala daerah untuk dipilih secara langsung oleh rakyat dalam pilkada serentak pada 16 Desember 2016.
"Memang partai politik boleh mengajukan lebih dari satu bakal calon untuk uji publik. Tapi hanya satu yang bisa diajukan sebagai calon kepala daerah. Jadi, keputusan akhir tetap pada partainya," kata Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Pekalongan, Abdul Basir, pada Kamis, 22 Januari 2015. (Baca: Pemalang Minta Pilkada Serentak Direvisi)
Basir mengatakan, uji publik hanya menjadi salah satu syarat dalam mekanisme pilkada langsung yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perpu) tentang Pemilu Kepala Daerah yang telah disahkan DPR pada Selasa lalu.
Di Kota Pekalongan, pendaftaran uji publik bagi bakal calon dibuka pada 26 Februari hingga 3 Maret. Partai yang boleh mengajukan bakal calonnya musti memenuhi syarat kepemilikan 20 persen kursi di DPRD (minimal enam kursi di DPRD Kota Pekalongan). Adapun bakal calon independen syaratnya mengumpulkan minimal 750 suara dukungan rakyat.
Uji publik akan diselenggarakan pada Mei (belum ditentukan tanggalnya). Kini, KPU Kota Pekalongan sedang mencari lima calon panelis uji publik, yaitu dua orang dari akademisi, dua tokoh masyarakat, dan satu dari anggota KPU. (Baca: Pilkada Serentak di Jateng Akhir 2015)
Mekanisme uji publik semacam itu menuai kritik dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pancasakti Kota Tegal, Safrudin Huna. "Inilah yang dimaksud dengan demokrasi itu bebas dan terkendali. Tiap orang bebas dicalonkan jadi kepala daerah, tapi ujung-ujungnya tetap terkendalikan oleh kepentingan partai," kata Safrudin.
Jika sekadar menjadi syarat untuk menebus sertifikat sebagai calon kepala daerah, Safrudin berujar, uji publik hanya menghamburkan anggaran. "Lewat uji publik, masyarakat bisa tahu siapa yang layak jadi pemimpin. Tapi keputusan tetap pada partai. Semoga partai memilih calon kepala daerah bukan karena berapa besar uangnya," ujar Safrudin.
DINDA LEO LISTY
Berita terpopuler:
Beginilah Cara Mereka Mengeroyok KPK
SBY Larang Eks Menterinya Kritik Jokowi
Budi Gunawan 'Serang' KPK, Jokowi Jangan Cuek