TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menyatakan rute penerbangan yang dilalui AirAsia QZ8501 termasuk sangat berbahaya. Kepala Pusat Meteorologi Penerbangan dan Maritim BMKG Syamsul Huda mengatakan, dari citra satelit, tampak sudah ada potensi pembentukan awan cumulonimbus sejak 27 Desember 2014 atau satu hari sebelum AirAsia terbang. (Baca: Sangat Berani, Tim SAR Indonesia Dikagumi Amerika)
Syamsul berujar, pada hari kejadian pukul 05.00 WIB, awan cumulonimbus dalam posisi yang sangat rapat dan sudah matang. "Menaungi laut Jawa, Selat Karimata, dan Bangka Belitung," ujarnya saat ditemui Tempo di kantor BMKG pada Senin, 5 Januari 2015. Cumulonimbus menjadi momok dalam dunia penerbangan. Pesawat yang masuk ke dalamnya akan kehilangan kontrol karena suhu yang sangat dingin. (Baca: Air Asia QZ8501 Tak Diizinkan Terbang Ahad Lalu)
Menurut Syamsul, di dalam peta tersebut juga jelas terlihat langit di kawasan Jawa lebih mendukung. "Untuk menghindari cumulonimbus sebenarnya bisa lewat Jakarta dan baru ke Singapura via Sumatera," tuturnya. Namun rute alternatif ini memang lebih panjang. (Baca: Tragedi Air Asia, 41 Korban Jemaat dari Satu Gereja)
Ia mengatakan potensi awan cumulonimbus, termasuk kondisi cerah, di Jawa sudah dimasukkan ke dalam laporan cuaca yang disediakan untuk AirAsia QZ8501 yang saat itu akan terbang ke Singapura melewati Bangka Belitung. Namun, belakangan baru diketahui bahwa AirAsia baru mengambil panduan cuaca ini sekitar pukul 07.00 WIB atau satu jam setelah hilang kontak.
Berdasarkan grafik puncak cuaca, ujar Syamsul, rute yang dilalui AirAsia QZ8501 juga dipenuhi awan tebal dan tinggi. Bahkan, dalam citra satelit, ada beberapa kali sambaran petir di kawasan tersebut.
SYAILENDRA
Baca berita lainnya:
Bos Air Asia: Headline Media Malaysia Ngawur
Ribut Rute AirAsia, Menteri Jonan di Atas Angin?
Jonan Bekukan Rute AirAsia, Ada Tiga Keanehan
Munas Islah Golkar, Agus Gumiwang Menolak Maju
Adian Napitupulu: Wiranto Danai 'Di Balik 98'?