TEMPO.CO, Jakarta - Nama kapal perang TNI Angkatan Laut, KRI Bung Tomo, semakin melejit dalam penanganan pencarian korban dan puing kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501. Bersama beberapa kru kapal lainnya, awak KRI Bung Tomo menemukan jenazah penumpang AirAsia yang jatuh di selat Karimata sepekan lalu.
Kapal tipe Offshore Patrol Vessel ini merupakan produk BAE System Maritime di Scotstoun, Glasgow yang dirilis pada Januari 2001.
Sejarah kapal ini panjang dan diwarnai persengketaan hingga putusan pengadilan arbitrase. KRI Bung Tomo awalnya adalah pesanan Brunei Darrussalam yang bernama KDB Jerambak. (Baca: Identitas 12 Korban Air Asia Ditentukan Hari Ini)
Brunei memulai pemesanan melalui kontrak dengan GEC Marconi untuk tiga kapal jenis korvet F2000 pada 1998 dengan harga satuannya US$ 350 juta. Peluncuran Jerambak dilakukan 12 Januari 2001 sebagai yang pertama dari tiga kapal pesanan.
Kedua kapal lainnya yaitu KDB Nahkoda Ragam yang kemudian bernama KRI John Lie dan KDB Bendahara Sakam yang kemudian bernama KRI Usman-Harun setelah dibeli TNI AL. (Baca: Pencarian Hari Kedelapan, Cuaca Kondusif)
Setelah peluncuran, ketiga kapal ini bahkan sudah menjalani program uji coba pada Mei dan Desember 2004 untuk Angkatan Laut Kerjaan Brunei. Akan tetapi, Sultan Brunei tiba-tiba menyatakan ketiga kapal tersebut tak sesuai dengan perintahnya dan harus tetap berlabuh di Clyde. Ada dugaan Brunei tidak siap untuk memiliki kapal dengan teknologi canggih karena keterbatasan personil. (Baca: Penyelam TNI AL Bersiap ke Lokasi Air Asia QZ8501)
Pada 2006, BAE menuntut Sultan Brunei ke pengadilan Mahkamah Arbitrase Internasional di London soal penolakan membayar ketiga kapal tadi. Sebagai langkah penyelamatan, pada 2007, Brunei tetap membeli tiga kapal OPV tersebut di atas kertas namun langsung menjualnya kembali melalui jasa bantuan Perusahaan Galangan Kapal asal Jerman, Lurssen.
Beberapa upaya kesepakatan pembelian dicoba termasuk dengan Aljazair tetapi gagal. Kesepakatan justru terjadi pada akhir 2012 dengan TNI AL dengan harga US$ 350 juta. Pembelian tetap dilakukan meski sempat mendapat kritik dari anggota Komisi Pertahanan saat itu, Tubagus Hasanuddin.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini mempertanyakan alasan TNI AL membeli kapal usang dan bekas. Selain itu Hasanudin juga mempertanyakan spesifikasinya. "Kita bahkan tak mungkin bisa menggunakannya," kata TB Hasanuddin.
Pada 2013, TNI AL mengirim tim ke London untuk negosiasi pembelian kapal. Selain memodifikasi menjadi kapal jenis Multi-role Light Frigate, TNI AL membuat perjanjian dengan kesepakatan transfer teknologi dasar. Indonesia ingin menghasilkan kapal yang sama sendiri di kemudian hari. Tiga KRI ini memang direncanakan akan mendampingi kapal-kapal produk lokal dari PT PAL.
Spesifikasi KRI Bung Tomo:
Daya Pemindahan: 2.000 Ton
Panjang : 95 meter
Lebar : 12,5 meter
Tenaga Penggerak: 4 mesin diesel dan 2 mesin baling-baling
Kecepatan Maksimum: 30 knot
Daya tempuh: 5.000 mil laut per 12 knot
Awak Kapal: 79 orang + 24 orang
Rudal : MBDA (Aerospatiale) Exocet MM40 SAM
Senjata Utama: Oto Melara 76mm
Senjata Sekunder: 30 mm DS 30B REMSIG di port dan sisi kanan serta senapan 12.7mm di sisi kiri dan kanan
Torpedo : 2 x triple BAE Systems 324mm
Elektronik : Air and surface surveillance radar, X-band navigation radar, S-band navigation radar, Electro-optic system electronics, dan Fire monitors
Sistem Komunikasi: High frequency transceiver, Very high frequency transceiver, Very High Frequency marine band, dan Global maritime distress safety system
Fasilitas lain: Dek penerbangan seluas 20 meter untuk helicopter ukuran 7 ton, derek kemampuan 16 ton, 6 buah kontainer, dan kapal pencegat Pacific 24 berkecepatan 39 knots
FRANSISCO ROSARIANS | BERBAGAI SUMBER
Berita Terpopuler:
Hujan Deras, Awas Pohon Tumbang di Daerah Ini
Ahok Janji Tukang Parkir Digaji Rp 4 Juta, Nyatanya...
Jalur Puncak Hujan Lebat dan Berkabut
Minuman Keras Oplosan Tewaskan 3 Warga Bekasi
Februari, Bayar Parkir di Jalan Sabang Pakai Kartu
Pengunjung Ragunan Lebih dari 50 Ribu Orang