TEMPO.CO, Yogyakarta - Nelayan di pesisir laut Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta merasa turunnya harga bahan bakar minyak bersubsidi per 1 Januari 2015 tak berdampak bagi aktivitas mereka. Kini, harga solar menjadi Rp 7.250 dari Rp 7.500 per liter, dan premium menjadi Rp 7.600 dari Rp 8.500 per liter.
"Kami juga sedang nggak bisa melaut penuh karena cuaca buruk. Jadi penurunan harga BBM subsidi tak berpengaruh," ujar Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kabupaten Gunung Kidul, Rujimanto, kepada Tempo, Jumat 2 Januari 2015.
Tak hanya karena faktor cuaca, Rujimanto menuturkan turunnya harga BBM subsidi tak signifikan meringankan beban nelayan karena mereka masih kesulitan membeli bahan bakar dengan jeriken di stasiun pengisian bahan bakar umum setempat. "Kami hanya bisa membeli BBM secara eceran, ditambah ongkos, jadi pengeluarannya sama saja tetap tinggi," kata dia.
Rujimanto menuturkan, sejak harga BBM naik November 2014 lalu, nelayan terutama yang terpusat di Pantai Sadeng sebenarnya sudah mulai beradaptasi hingga aktif melaut lagi. Nelayan yang kebanyakan menggunakan kapal motor tempel itu dalam sepekan bisa melaut empat sampai lima kali, dengan jarak tempuh relatif pendek.
Namun dalam sepekan terakhir, sebagian besar nelayan itu memilih absen karena merasa sudah datangnya musim angin barat. "Anginnya kencang, kapal kecil dan besar mengurangi aktivitas," kata dia.
Rujimanto memprediksi aktivitas nelayan akan berjalan normal jika angin barat reda. "Semoga harga BBM turun lagi nanti," kata dia.
PRIBADI WICAKSONO
Topik terhangat:
AirAsia | Banjir | Natal dan Tahun Baru | ISIS | Susi Pudjiastuti
Berita terpopuler lainnya:
Geger, Menteri Jonan Damprat Direktur Air Asia
Korban Air Asia QZ8501 Ditemukan Duduk di Kursi
Air Asia Berani Tambah Jadwal Tanpa Izin, Kenapa?
Jenazah Korban Air Asia Ini Tak Disambut Kerabat
AirAsia QZ8501, 5 Fakta dan 5 Tanda Tanya