TEMPO.CO, Yogyakarta - Acara diskusi dan nonton film Senyap di kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta batal dilaksanakan pada Selasa malam, 16 Desember 2014. Peristiwa ini merupakan pembatalan pertama acara nonton film karya Joshua Oppenheimer itu di Yogyakarta akibat ada ancaman pembubaran dari organisasi kemasyarakatan.
Pembatalan acara itu terjadi karena belasan polisi yang mendatangi kantor AJI Yogyakarta memperingatkan akan adanya ancaman penyerbuan oleh Front Anti Komunis Indonesia (FAKI). Polisi tidak secara terang-terangan meminta pembatalan acara. Tapi mereka menyatakan tidak berani menjamin keamanan dengan alasan kekurangan personel. (Baca:Film Senyap Dilarang, Garin Kritik Jokowi )
Peneliti Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) Universitas Gadjah Mada (UGM), Najib Azca, mengkritik strategi polisi dalam mencegah konflik semacam ini karena justru mengorbankan hak warga negara untuk berkumpul dan berekspresi. Menurut dia, pencegahan konflik seperti ini justru tidak menyelesaikan masalah. "Sangat mungkin akan menular. Kelompok-kelompok itu akan belajar strategi memaksakan kehendaknya saat tidak setuju dengan acara kelompok lain," kata Najib kepada Tempo, Rabu, 17 Desember 2014. (Baca:NU Kediri Fasilitasi Pemutaran Film Senyap)
AJI Yogyakarta menjadi penyelenggara pertama acara nonton bareng film Senyap yang menerima ancaman di Yogyakarta. Sebelum di AJI Yogyakarta, penyelenggaraan acara serupa berlangsung lancar di sejumlah kampus, seperti Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa APMD, Sekolah Tinggi Multi Media MMTC, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, dan Universitas Gadjah Mada. Lembaga yang dipimpin oleh Najib, Yousure, juga berhasil menggelar acara serupa di kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM pada Senin siang, 15 Desember 2014. (Baca:Film Senyap Bak 'Pucuk Dicinta, Ulam Tiba' )
Menurut Najib, kasus pembatalan acara diskusi di Yogyakarta terjadi berulang-ulang dengan alasan dan pola yang sama. Pola tersebut yakni pihak penolak acara menebar pesan berantai bermuatan ancaman pembubaran acara dan polisi menyikapinya dengan mencegah acara berlangsung agar tidak terjadi kerusuhan. Dua bulan lalu, diskusi tentang konten media online yang bermuatan gagasan Islam fundamental yang digelar oleh LKiS dalam serangkaian kegiatan Jagongan Media Rakyat batal dengan modus seperti itu.
Polisi semestinya melakukan strategi pencegahan konflik yang dialogis dan komunikatif. Caranya, menurut Najib, dengan mengajak dialog pihak penyelenggara bersama kelompok penolak acara untuk membahas perbedaan pendapat. (Baca:Alasan Penonton Membeludak Lihat Film Senyap)
Lebih baik lagi, Najib menambahkan, jika dialog itu dihadiri pejabat pemerintah dan tokoh masyarakat. "Kasus di AJI Yogyakarta menunjukkan polisi melakukan pencegahan konflik yang tidak bertanggung jawab," kata Najib.
Menurut dia, berulangnya modus pembatalan acara dengan alasan keamanan menunjukkan bahwa pelanggaran kebebasan berpendapat dan berekspresi masih menjadi masalah penting di Indonesia. Sikap kepolisian, menurut Najib, menandakan lembaga penegak hukum ini masih enggan serius menjalankan tugas sesuai dengan amanat konstitusi. "Mereka seharusnya mencegah konflik dengan secara proaktif menggelar dialog," katanya. (Baca:Komnas HAM Dukung Pemutaran Film Senyap )
Dia menduga AJI Yogyakarta menjadi sasaran penolakan pertama di Yogyakarta karena organisasi ini merupakan kumpulan para jurnalis yang dianggap memiliki pengaruh luas di publik. Sebab, AJI Yogyakarta memiliki jaringan media yang luas. Tapi Najib juga khawatir ancaman pembubaran acara AJI Yogyakarta muncul untuk menguji efektivitas metode penolakan kegiatan yang tidak disukai oleh sebagian kelompok garis keras di Kota Yogyakarta.
Untuk itu, dia mendesak polisi mengubah perspektif mengenai pencegahan konflik. Praktek pencegahan konflik di AJI Yogyakarta menjadi bukti bahwa polisi masih suka menyederhanakan masalah. "Cara negara melindungi warganya bukan seperti itu," katanya.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM
Baca juga:
Mulai Besok, Wagub Djarot Blusukan Naik Motor
Dolar Naik, Industri Lokal Bisa Untung
Hadapi Taliban, Pakistan Berlakukan Hukuman Mati
Ingat Tsunami Pangandaran, Menteri Susi Mewek