TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus korupsi pengadaan videotron, Riefan Avrian, menyampaikan eksepsi atau keberatan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Lewat kuasa hukumnya, Riefan menyatakan jaksa penuntut umum tidak konsisten dalam menyampaikan dakwaan.
"Dalam surat dakwaan yang diajukan jaksa penuntut umum kepada Riefan Avrian, jumlah kerugian uang negara sebesar Rp 5.392.934.000. Sedangkan, kerugian negara yang didakwakan kepada terdakwa Hendra Saputra sebesar Rp 4.780.298.934 rupiah," ujar kuasa hukum Riefan, Albani Adrian, saat bacakan eksepsi di hadapan majelis hakim dan jaksa penuntut umum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis, 9 Oktober 2014. (Baca: OB Videotron Bukan Justice Collaborator)
Kuasa hukum Riefan berujar jumlah kerugian keuangan negara ini bisa kembali berubah saat pembacaan dakwaan. Albani meminta majelis hakim mempertimbangkan perbedaan jumlah kerugian negara dalam dakwaan untuk Riefan dan terdakwa lainnya, Hendra Saputra, yang terkait dengan kasus yang sama, untuk membatalkan dakwaan. "Maka, dakwaan jaksa penuntut umum seharusnya tidak dapat diterima," kata Albani.
Menurut Albani, ketidakpastian jumlah kerugian negara dalam dakwaan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. "Kerugian negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan sengaja maupun lalai," kata Albani.
Berdasar audit BPK, kata Albani, tidak satu pun ada kalimat yang menyatakan adanya kerugian negara. "Namun BPK menyatakan adanya kelebihan pembayaran sebesar Rp 2.695.958 .941," kata Albani. (Baca: Kata Kajati Soal Syarief Hasan dan Kasus Videotron)
Kemudian, PT Imaji Media selaku pemenang lelang proyek videotron telah membayarkan kembali seluruh kelebihan pembayaran tersebut kepada kas negara. Hal itu, kata Albani, dilakukan sesuai aturan Pasal 121 Perpres Nomor 54 Tahun 2010. "Diatur mekanisme pengembalian kerugian negara dalam bentuk penyusunan kembali perencanaan atau dituntut ganti rugi."
Penasihat hukum Riefan menjelaskan pembayaran kembali atas kelebihan pembayaran sekitar Rp 2 miliar tersebut merupakan proses untuk menghindari timbulnya kerugian negara, yang kemudian masuk dalam ruang lingkup perdata. Sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 1 KUHAP, kata Albani, dakwaan jaksa jaksa penuntut umum tidak dapat diterima. "Karena tidak masuk dalam ruang lingkup pidana tapi masuk ke dalam ruang lingkup perdata."
NURIMAN JAYABUANA
Terpopuler:
Koalisi Jokowi Sukses Rayu DPD, Siapa Dalangnya?
Zulkifli Hasan, Ketua MPR Periode 2014-2019
Koalisi Prabowo Siap Ajukan Veto untuk 100 Posisi
Pacar Mayang Ternyata Juga Pekerja Seks