TEMPO.CO , Jakarta-Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi,Bambang Widjojanto, menyatakan lembaganya tak bisa mengawasi proses pemilihan kepala daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara menyeluruh. Musababnya, permintaan KPK untuk membuka perwakilan di masing-masing provinsi tak direstui Dewan Perwakilan Rakyat.
"Tidak fair kalau menyerahkan pengawasan sepenuhnya ke KPK. Kami sudah minta membuka kantor perwakilan sejak 2011, tapi tidak direalisasi," ujar Bambang di kantor Badan Pertanahan Nasional, Jakarta, Selasa, 30 September 2014. (Baca: Jika Terbitkan Perpu, PAN: SBY Keblinger).
Menurut dia, penyidik KPK hanya 50-an orang, sedangkan jumlah kabupaten/kota sebanyak 500-an. Kalau pemerintah berani membuat kantor KPK di seluruh daerah, maka KPK tak masalah jika harus mengawasi proses Pilkada melalui DPRD.
Bambang mengatakan alasan DPR yang meloloskan pilkada oleh DPRD untuk mengurangi praktek politik uang tak tepat. Dari hasil kajian, sebanyak 313 kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi bukan lantaran Pilkada langsung. (Baca:Siapkan Perpu, SBY: Saya Ambil Risiko Politik).
Sebanyak 81 persen dari jumlah tersebut, Bambang melanjutkan, terjerat pasal penyalahgunaan wewenang atau jabatan. Sedangkan sisanya terjerat kasus suap sengketa pemilihan kepala daerah di Mahkamah Konstitusi.
Sementara itu, sebagai pembanding, anggota DPR dan DPRD yang terjerat korupsi selama sepuluh tahun terakhir sebanyak 3.000-an orang. "Jumlahnya 10 kali lipat dari kepala daerah yang terjerat korupsi," ujarnya. Artinya, ujar Bambang, kalau menyerahkan kewenangan ke lembaga yang tersangka korupsinya lebih besar, maka pilkada lewat DPRD diragukan kebersihannya. (Baca:UU Pilkada Tak Sah, Perludem Siapkan Uji Materi).
"Apakah kita meyakini Pilkada tidak langsung itu tidak ada korupsi yang berkesinambungan?" ujarnya. Selain itu, bila pemilihan langsung, politik uangnya hanya Rp 50 ribu per orang dan hanya satu kali. Namun, bila pilkada oleh DPRD, Bambang yakin politik uangnya akan jauh lebih banyak. "Kalau pemilihan oleh anggota Dewan, yang potensial disuap anggota Dewannya. Apakah Rp 10 ribu? Apakah 1 kali? Tidak!" kata Bambang.
Gerindra bersama Koalisi Merah Putih, yakni PAN, PKS, PPP, dan Golkar, merupakan pendukung Pilkada lewat DPRD. Mereka beralasan ongkos Pilkada tak langsung lebih murah.
Saat voting pada Sidang Paripurna DPR untuk mengesahkan RUU Pilkada pekan lalu, Koalisi Merah Putih menang dengan 256 suara. Sementara itu, PDI Perjuangan bersama PKB dan Hanura yang mendukung opsi Pilkada langsung hanya memperoleh 135 suara. Adapun Fraksi Demokrat dengan anggota yang hadir 129 orang memilih walk out lantaran aspirasi mereka tentang pilkada langsung dengan 10 syarat ditolak. Fraksi Demokrat hanya menyisakan enam anggota yang menyatakan mendukung pilkada langsung.
LINDA TRIANITA
Terpopuler
Koalisi Merah Putih Targetkan Revisi UU KPK
SBY Mau Batalkan UU Pilkada, Mahfud: Itu Sia-sia
Tak Penuhi Kuorum, UU Pilkada Tak Sah
Saran Yusril ke Jokowi Dianggap Jebakan Batman