TEMPO.CO, Jakarta - Belum semua sekolah mendapatkan buku Kurikulum 2013. Di Pemalang dan Brebes, Jawa Tengah, misalnya, buku tersebut belum sampai sehingga guru meminta siswanya untuk memfotokopi soft copy buku yang telah disediakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Internet. (Baca: Siswa Diminta Fotokopi Buku Kurikulum 2013)
Masih adanya sekolah yang belum menerima buku itu disebabkan karena belum semua perusahaan pemenang tender selesai mencetak buku tersebut. Salah satu dari 31 perusahaan pemenang, PT Temprina Media Grafika, contohnya, baru selesai mencetak 90 persen dari jumlah kontrak buku pada Kamis pekan lalu. Perusahaan yang berada di bawah naungan Jawa Pos Group ini dikontrak mencetak dan mengirimkan sekitar 20 juta eksampelar buku.
General Manager PT Temprina Media Grafika Agus Suryo beralasan keterlambatan pencetakan itu terjadi lantaran awalnya mereka masih menunggu semua sekolah di wilayah paket yang dimenangkannya memesan buku. Temprina tak mau merugi karena mencetak buku yang tak dipesan. Mereka khawatir sekolah itu tak mau membayar. Walhasil, perusahaan itu baru mulai mencetak buku pada akhir Mei dan itu pun secara bertahap. (Baca: 84 Juta Buku Kurikulum 2013 Dikirim ke SD dan SMP)
Hingga Kamis lalu, kata Agus, Temprina baru mengirimkan sekitar 50 persen buku itu ke sekolah-sekolah. Meski belum rampung, ia mengklaim bahwa kinerja perusahaannya masih sesuai jadwal. Menurut Agus, banyak perusahaan lainnya yang baru mencetak sekitar 60-70 persen.
Deputi Bidang Hukum Penyelesaian Sanggah Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP) Ikak Gayuh Patriastomo mengatakan beberapa perusahaan pemenang tender mengalami hal tersebut. Selain itu, keterlambatan juga terjadi lantaran tak semua perusahaan memiliki modal yang cukup untuk mencetak sesuai kontrak buku yang dimenangkan. (Baca: Buku Kurikulum Baru Belum Sampai ke Sekolah)
Ketua Pokja Buku Kurikulum 2013 LKPP Yulianto mengatakan sistem pembayaran buku yang langsung dilakukan oleh sekolah menggunakan dana Bantuan Opersional Sekolah (BOS) membuat percetakan harus mengeluarkan banyak modal di awal. Soalnya, banyak sekolah yang belum bisa membayar lantaran dana BOS belum turun. Percetakan Erlangga, contohnya, mengatakan sampai merogoh kocek hampir Rp 30 miliar. Namun, untuk percetakan yang tak memiliki banyak modal akhirnya mereka tak bisa memproduksi sesuai kontrak. Hal ini juga yang membuat proses pencetakan tersendat. (Baca: Nuh Pastikan Buku Kurikulum 2013 Akhir Januari)
NUR ALFIYAH
Baca juga:
Novela Saksi Kocak di MK Ternyata Caleg Gerindra
Harun Al Rasyid, Guru Besar Hukum UI Wafat
Inisial 7 Pembawa Bendera ISIS dari Nusakambangan