TEMPO.CO, Mojokerto - Pengasuh Pondok Pesantren Robithotul Ulum di Desa Jatirejo, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, KH Masrikhan Asy’ari, diperiksa penyidik Kepolisian Resor Mojokerto, Senin, 23 Juni 2014. Masrikhan dimintai keterangan terkait dengan kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana umrah senilai Rp 1,8 miliar.
Masrikhan datang didampingi dua pengacaranya. Di sela-sela istirahat dalam jeda pemeriksaan, Masrikhan membantah dirinya turut serta melakukan penipuan dalam kasus ini. “Saya juga mendaftar dan menjadi jemaah (yang gagal umrah),” katanya. Ia enggan berkomentar banyak. “Masih belum selesai pemeriksaan.”
Pengacara Masrikhan, Merkuri, mengatakan kliennya tidak bersalah karena dalam kasus ini kliennya hanya berperan sebagai pihak yang membantu orang lain agar bisa melaksanakan ibadah umrah. “Kiai tidak menghabiskan uang itu, bahkan beliau sempat mengganti uang yang disalahgunakan oleh broker dan pihak travel,” ujarnya.
Merkuri mengatakan ini kedua kalinya Masrikhan memenuhi panggilan Kepolisian untuk salah satu dari empat laporan para jemaah yang jadi korban penipuan jasa umrah di Mojokerto. Merkuri mengakui bahwa para jemaah memang menyetor cicilan biaya jasa umrah melalui Masrikhan, tapi oleh Masrikhan uang tersebut diserahkan kepada Hartono selaku makelar yang juga Direktur CV Harta Mulia Sejahtera (HMS).
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Resor Mojokerto I Gede Suartika mengatakan dalam kasus ini terbagi empat laporan kepolisian. “Laporannya kami pisah jadi empat karena pelapornya banyak, tapi nanti tetap dalam satu perkara,” kata Gede. Gede mengatakan Masrikhan masih sebagai saksi dalam kasus ini.
Sebelumnya sebanyak 102 jemaah Masrikhan gagal umrah yang direncanakan sejak Januari 2014 lalu. Dalam kegiatan ini, Masrikhan bekerja sama dengan Hartono selaku makelar yang juga Direktur CV HMS, yang beralamat di Jombang, Jawa Timur. Lalu CV HMS bekerja sama dengan PT Religi Sukses Jaya Sakti (RSJS), yang beralamat di Jakarta, sebagai penyedia jasa perjalanan ibadah haji dan umrah.
Gagalnya para jemaah pergi umrah diduga karena uang yang mereka setorkan disalahgunakan oleh CV HMS dan PT RSJS. Tiap orang telah membayar biaya umrah masing-masing Rp 17,5-18,5 juta. Semula, oleh CV HMS, para jemaah dijanjikan berangkat 22 Januari 2014, lalu ditunda menjadi 28 Februari 2014. Pada 28 Februari 2014, jemaah berangkat ke Jakarta, tapi di sana mereka malah telantar karena visa dan paspor belum dipegang. Masrikhan pun meminta pertanggungjawaban PT RSJS dan dijanjikan berangkat 25 Maret 2014. Namun hingga kini jemaah tak bisa berangkat.
Akhirnya, pada 23 April 2014, sekitar 28 orang dari 102 orang yang gagal umrah melaporkan Masrikhan ke Kepolisian Resor Mojokerto. Kepolisian masih memeriksa Masrikhan beserta jemaah yang jadi korban. Kepolisian berjanji akan mengembangkan kasus ini, termasuk mengusut keterlibatan pimpinan CV HMS sebagai makelar dan juga PT RSJS sebagai penyedia jasa haji dan umrah. “Kami periksa dari bawah dulu. Kalau nanti ada pengakuan dan bukti yang mengarah ke sana, mereka juga akan kami panggil,” ujar Gede.
ISHOMUDDIN
Berita Terpopuler
Dirampok, Caddy Golf Melawan dengan Tendangan Maut
Rapor Merah DKI, Jokowi Diminta Mundur
Sebelum Tewas, Praja Sempat Chatting dengan Teman
Tasikmalaya Diguncang Gempa 5,5 Skala Richter