TEMPO.CO, Jakarta - Panglima Tentara Nasional Indonesia Moeldoko menyatakan petugas Bintara Pembina Desa (Babinsa) salah mengkomunikasikan soal pemilu presiden di beberapa daerah, semisal Cideng, Gambir, Jakarta Pusat, daerah Sidoarjo, dan Sumedang.
"Babinsa yang diberi tugas melakukan komunikasi sosial tidak pas dalam timing-nya," kata Moeldoko saat ditemui di Jakarta, Ahad, 8 Juni 2014. Kesalahan itu, menurut Moeldoko, menimbulkan anggapan keliru warga masyarakat yang ditemui saat itu.
Petugas Babinsa diduga mendata pemilih untuk pemilu presiden 9 Juli mendatang. Warga yang mengaku didatangi Babinsa menyatakan anggota Babinsa itu mengarahkannya memilih satu pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu.
"Kalau didalami dan ternyata ada penyimpangan, pasti ditindak," ujar Moeldoko. Menurut Moeldoko, sebagai Panglima TNI, dirinya sudah tentu berdiri paling depan menghadapi kasus ini. Terlebih Badan Pengawas Pemilu memberikan wewenang kepada Panglima TNI untuk lanjut menindak kasus ini jika memang benar ditemukan ada penyelewengan. (Baca juga: Soal Babinsa, Bawaslu Akan Panggil Panglima TNI)
Moeldoko memastikan peristiwa ini tidak serta-merta akan membuat Babinsa dibubarkan. "Babinsa bukan boneka yang bila sudah tidak disukai lantas disimpan di lemari," kata Moeldoko. Ia menegaskan tidak ada satu partai pun yang menguasai Babinsa. Menurut dia, Babinsa tidak mewakili kepentingan politik apa pun.
AISHA SHAIDRA