TEMPO.CO, Surabaya - Aktivis Save Trowulan yang menjadi terdakwa kasus pencemaran nama baik di Facebook, Deddy Endarto, membacakan nota eksepsi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis, 8 Mei 2014. Dalam pengantar nota pembelaan tersebut, Deddy sempat panjang-lebar menjelaskan sejarah Kerajaan Majapahit.
Menurut Deddy, Kerajaan Majapahit punya kesamaan konsep dengan Indonesia. Ia mencontohkan, bendera merah putih ada pada zaman Patih Gajah Mada. Bendera itu sering disebut getih-getah. Selain itu, semboyan Bhinneka Tunggal Ika dicuplik dari Kakawin Sutasoma, kitab yang muncul pada zaman Majapahit.
Tak hanya itu, pasukan inti angkatan laut Majapahit, Jala Mangkara, kata Deddy, kini bermetamorfosis menjadi nama unit pasukan elite Angkatan Laut Indonesia. "Atas dasar itulah pemerintah Indonesia harus melindungi dan merevitalisasi situs Majapahit," ujarnya.
Deddy juga mengatakan ibu kota Kerajaan Majapahit di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, didaftarkan pemerintah Indonesia ke Unesco agar diakui sebagai warisan dunia.
Hakim sempat menegur Deddy karena tidak langsung menyampaikan inti eksepsi, tapi justru menguraikan sejarah Majapahit. "Masih kuat bacanya? Agak cepat Saudara Deddy. Yang Anda bacakan itu sejarahnya, bukan nota eksepsi pada perkara Saudara. Sidang yang lain masih menunggu," kata ketua majelis hakim Ainur Rofik agak gusar.
Kasus dugaan pencemaran nama baik ini berawal ketika Deddy mengunggah status pada dinding akun Facebook miliknya. Dia menyebut pengusaha pabrik baja yang ketika itu tengah membangun pabrik di wilayah cagar budaya Trowulan, Sundoro Sasongko, sebagai pengusaha hitam jago ngeles, pengusaha hitam yang melakukan teror hukum, dan pengusaha yang hendak menggusur leluhur Majapahit.
EDWIN FAJERIAL