TEMPO.CO , Palembang: Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Zulkarnain, mengatakan, lembaganya mengincar royalti pertambangan hingga Rp 28 triliun setiap tahun. Angka itu merupakan potensi kerugian yang semestinya diterima oleh negara dari sektor pajak.
Menurut dia, kebocoran royalti itu akibat buruknya sistem administrasi dan perpajakan pada hampir sebagian besar usaha pertambangan mineral dan batu bara. "Selama ini sistem pengawasannya belum terbangun secara baik," kata Zulkarnain di sela acara pertambangan di Palembang, Selasa, 29 April 2014. (Baca: KPK: Tiga Perusahaan Tambang Belum Bayar Royalti)
Zulkarnain menjelaskan, selama ini terdapat sejumlah penyimpangan di sektor pertambangan, yang dimulai sejak proses awal usaha pertambangan, seperti longgarnya penerbitan izin usaha pertambangan. Kelemahan ini, kata dia, terjadi merata di seluruh indonesia.
Inspektur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Mochtar Husein, mengatakan hingga kemarin terdapat 10.922 izin pertambangan. Dari jumlah itu izin yang berstatus bersih dan jelas hanya 6.042 izin. “Ada yang masih tumpang tindih karena batas wilayah," katanya di forum yang sama. (Baca: Separuh Perusahaan Tambang Tak Bayar Royalti)
Adapun Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin meminta bupati dan wali kota lebih tegas terhadap pengusaha yang kerap menghindar dari pajak serta kewajiban reklamasi pasca pembukaan lahan tambang. "Jika 2 kali peringatan tidak diindahkan silakan putus izinnya,” ujar Alex.
Alex mengimbuhkan, saat ini terdapat sekitar 359 pemegang izin pertambangan di daerahnya. Dari data tersebut sedikitnya 77 persen di antara izin itu sudah dinyatakan legal. Sehingga negara dan daerah dipastikan memperoleh pemasukan dari sektor tambang dan mineral. (Baca pula: Tambang Salah Urus, Negara Rugi Rp 6,7 Triliun)
Keyakinan ini, menurut Alex, muncul setelah Direktorat Pajak mewajibkan Nomor Pokok Wajib Pajak perusahaan pemegang izin usaha pertambangan diterbitkan oleh daerah yang menjadi pemegang lokasi. "Sesuai petunjuk Dirjen Pajak, nantinya NPWP diterbitkan oleh daerah."
PARLIZA HENDRAWAN