TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah meragukan validitas laporan kecurangan selama penyelenggaraan ujian nasional sekolah menengah atas (SMA). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh malah menantang siapa saja untuk menunjukkan bukti kecurangan tersebut. “Ayo, buktikan! Saya tantang, jangan ngomong saja,” ujarnya ketika dihubungi, 18 April 2014.
Laporan kecurangan UN diterima Ombudsman dari sejumlah masyarakat, begitu pun dengan Posko Pengaduan UN yang dibuat Federasi Serikat Guru Indonesia. Para siswa di sejumlah kota besar mengaku ditawari kunci jawaban dengan tarif tertentu. Beberapa guru dan pengawas juga terindikasi melakukan kecurangan lantaran membantu siswa mengisi lembar jawaban.
Menurut Nuh, laporan itu tidak bisa dianggap benar sampai adanya proses pembuktian. Tugas itu menjadi tanggung jawab banyak pihak, termasuk Ombudsman selaku lembaga yang mendapatkan pelaporan dari masyarakat. “Jangan cuma duduk manis. Ombudsman harus melakukan cross check atas keabsahan laporan. Dari situlah baru dilaporkan ke Kemendikbud,” ujarnya.
Sebelum penyelenggaraan UN, kata Nuh, Kemendikbud juga pernah mendapatkan laporan serupa. Tersiar kabar bahwa sejumlah siswa di Kabupaten Jember, Jawa Timur, ditawari kunci jawaban. Laporan itu langsung direspons dengan menerjunkan tim investigasi yang dipimpin oleh pejabat eselon I. “Pelapornya kita ajak turun ke lapangan. Tapi ternyata tidak terverifikasi,” katanya.
Laporan kecurangan, kata Nuh, mestinya sudah dilaporkan masyarakat sebelum penyelenggaraan UN. Dengan demikian, setiap pelanggaran yang ada nantinya bisa segera diantisipasi oleh lembaga yang berkepentingan, baik pihakKkemendikbud maupun kepolisian. “Permasalahan UN punya makna pada saatnya. Kalau prosesnya sudah selesai, tidak ada gunanya,” katanya.
RIKY FERDIANTO
Topik terhangat:
Pelecehan Siswa JIS | Pemilu 2014 | Jokowi | Prabowo
Berita terpopuler:
Trik Membujuk Korban Pelecehan TK JIS
Dikonfirmasi Soal Nepotisme, Gubernur Ucapkan Kata Kotor
Kamis Putih, Paus Fransiskus Basuh Kaki Pria Muslim