TEMPO.CO, Yogyakarta - Danang memakai kaus dan celana pendek selutut. Bagian perutnya menonjol, wajahnya gelap, mungkin karena sering panas-panasan. Ia memiliki tato di sekujur tubuh dan di pergelangan kaki kanan. Siang itu ia sedang mengawasi putrinya yang berusia setahun duduk manis di halaman rumahnya di Dusun Berbah, Sleman, saat Tempo datang, Rabu, 5 Maret 2014.
Mulai hari itu, pria berusia 30 tersebut tak lagi bekerja. Sejak foto kucing mati jadi bola panas, perusahaan tempat Danang bekerja langsung memecatnya. Sepanjang wawancara, Danang tampak tenang. Ia ceplas-ceplos menjawab pertanyaan. Bahkan sesekali lelaki berkacamata itu melontarkan banyolan. Berikut ini petikannya.
Kenapa Anda membunuh kucing?
(Hewan) itu mencuri lauk. Sudah berkali-kali. Saya spontan menembaknya. Terakhir kali, mertua saya masak opor, ada kucing yang nyolong. Saya tembak dia.
Tidak takut dihukum?
Kucing itu hewan liar. Tak dilindungi undang-undang. (Ia lantas membuka kutipan Pasal 302 KUHP yang di telepon genggamnya). Ini, mana ada.
Anda dikabarkan sudah membunuh empat kucing? Benar?
Salah itu.
Yang benar...
Sembilan.
Kok, Anda tega?
Saudara mencuri saja saya pukul, apalagi hewan. (Ia lantas bercerita, beberapa hari lalu ada seorang saudara mencuri isi celengan milik anaknya).