Di mana bangkai-bangkai kucing itu Anda buang?
Saya kubur di halaman rumah. Saya juga masih punya hati. Gali saja itu (ia menunjuk halaman rumahnya), pasti banyak tulang-tulang.
Pakai senapan apa Anda menembak, ada izin senapannya?
Senapan angin biasa, dengan peluru 4,5 milimeter. Kalau di bawah 5 milimeter tak perlu izin. Tapi, kalau di atasnya, harus ada izinnya.
Anda memang mahir menembak?
Senapan saya ada inframerah dan teropongnya. (Lagi pula) pelurunya beda. (Ia lantas memperlihatkan sekaleng peluru. Pelornya berujung lancip). Ini buatan Jerman. Ini akurat, tidak bisa dibelokkan angin.
Di jagat maya Anda dikecam sebagai psikopat. Apa tanggapan Anda?
Orang ngomong (disebut) psikopat itu harus ada tesnya, loh. Tidak sembarangan. Hati-hati.
Anda dilaporkan ke polisi...
Saya tak ke mana-mana. Kalau ada proses (hukumnya), silakan saja. Tapi, kalau sampai tak terbukti, saya tuntut balik mereka dengan pencemaran nama baik.
Ada niat menyewa pengacara?
(Ia diam dan tersenyum). Sekarang ini saya pengacara (singkatan dari pengangguran banyak acara).
Sebuah lembaga pencinta binatang membuat petisi online agar Anda dihukum...
Prek!
(Ketika wawancara sedang berlangsung, seekor kucing melintas di depan Danang)
Nah itu kucing, apa saya harus minta maaf sama dia. Coba bagaimana ngomongnya?
Itu kucing, tidak Anda tembak?
Loh, di rumah ini juga ada kucing. Di belakang rumah itu ada empat anak kucing. Masih kecil-kecil. Tidak tahu juga dari mana. Tetangga tak ada yang ngaku (punya kucing bunting). Ayo saya tunjukkan.
(Ia lantas mengajak Tempo ke belakang rumah, di situ empat anak kucing mengeong). Ini masih kecil lucu. Kalau sudah besar mencuri, saya tembak juga.