TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian RI Jenderal Sutarman menganggap keberadaan hakim pemeriksa pendahuluan dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) tidak mungkin diterapkan di Indonesia. "Pasal itu tidak pas untuk Polri," kata Sutarman di Markas Besar Kepolisian, Jumat, 28 Februari 2014.
Kepolisian, tutur Sutarman, telah berpengalaman puluhan tahun di pelosok wilayah. Kondisi geografis Indonesia sangat tidak memungkinkan untuk selalu meminta pendapat hakim pemeriksa pendahuluan dalam penyidikan sebuah kasus. "Kepolisian mengerti betul, dan itu tidak mungkin dilakukan," katanya.
Namun Sutarman mengatakan mengubah undang-undang adalah keputusan politik Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah. Sebagai lembaga yang terkait di dalamnya, kata dia, pihaknya akan berusaha mendiskusikan pasal demi pasal yang dianggap tidak pas. "Sehingga aturan yang dibuat betul-betul bermanfaat," ujarnya.
Juru bicara Mabes Polri, Inspektur Jenderal Polisi Ronny F. Sompie, sebelumnya mengatakan revisi KUHAP yang menghilangkan penyelidikan akan mempengaruhi kinerja kepolisian. Dengan revisi ini, Ronny mengatakan status setiap orang yang dilaporkan dapat langsung ditetapkan sebagai tersangka.
Hal ini dikhawatirkan bisa berdampak negatif secara psikologis dan sosiologis bagi terlapor. Ronny mengatakan, sejauh ini, pihak kepolisian sudah menyampaikan pertimbangan kepada tim di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Dewan Perwakilan Rakyat atas rencana revisi ini.
Baca Juga:
Menurut Sutarman, proses penyelidikan perlu dipertahankan. Penyelidikan bertujuan untuk menguji laporan yang diterima dari masyarakat mengandung pelanggaran pidana atau tidak. Jika tak terbukti ada pelanggaran pidana, polisi tak berhak menindaklanjuti laporan masyarakat tersebut.
TRI ARTINING PUTRI
Terpopuler
Adang Ruchiatna: Risma Cengeng, Nangis di TV
Ketua MUI: Saya Boleh Terima Gratifikasi
Disangka Teroris, Daniel Sitorus Ditahan Brunei
Sejumlah Pejabat Terlihat Muram Setelah Bertemu Risma