TEMPO.CO, Semarang - Ratusan orang dari beberapa desa di Rembang memprotes rencana pendirian pabrik semen di kawasan Gunung Watuputih, Kabupaten Rembang, Rabu, 19 Pebruari 2014. “Pendirian pabrik semen di karst Watuputih, Rembang, akan mengancam lingkungan,” kata koordinator organisasi Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), Mingming Lukiarti.
Bersama Paguyuban Ketentreman, Laskar Watu Putih, dan Barisan Mahasiswa Rembang, JMPPK mendesak Pemerintah Kabupaten Rembang menghentikan proses pendirian pabrik semen. Para anggota kelompok itu menumpang 15 truk untuk menuju kantor DPRD Rembang. Mereka berasal dari beberapa desa, seperti Tegaldowo, Timbrangan, Suntri, Kajar, dan Pasucen.
Pengunjuk rasa sempat ditemui Ketua DPRD Rembang, Sunarto. Namun pernyataan Sunarto tampaknya tak memuaskan mereka. “Saya tak tahu-menahu dan tidak berwenang soal pendirian pabrik semen,” ujar Sunarto di hadapan para pendemo.
Karena tak puas atas sikap DPRD, para pengunjuk rasa kemudian memblokade jalan Pantura di depan DPRD. “Kami tahlilan di jalan raya,” kata Mingming Lukiarti.
Sebelumnya, para aktivis sudah beberapa kali mengadu ke DPRD dan Pemerintah Kabupaten Rembang soal pendirian pabrik ini. Para pejabat pemerintah, kata dia, berjanji akan memberikan sosialisasi terbuka dan berpihak kepada warga. Namun ternyata hingga kini DPRD dan Pemkab Rembang masih melanjutkan proses pendirian pabrik.
Baca Juga:
Mingming mengungkapkan beberapa alasan penolakan pendirian pabrik semen. Dia mengatakan kawasan karst Watuputih harus dilindungi. Ratusan mata air, gua, dan sungai bawah tanah juga ditemukan masih mengalir dan punya debit bagus. Sedangkan proses produksi semen akan berpotensi merusak sumber daya air. Padahal, sumber air itu merupakan sumber kehidupan warga Rembang dan Lasem. “PDAM Rembang mengambil mata air dari gunung Watuputih,” kata Mingming Lukiarti.
Lokasi pabrik semen juga berada di dalam kawasan hutan. “Itu sama saja dengan mengingkari moratorium hutan yang dicanangkan Presiden RI,” katanya. Selain itu, pabrik semen juga akan mengalihfungsikan lahan pertanian. “Matinya sumber mata air, polusi debu, dan tidak seimbangnya ekosistem alam akan mempengaruhi ketahanan pangan,” katanya.
Proses pendirian pabrik semen juga terkesan tertutup. “Proses penyusunan amdal tidak transparan,” katanya. Aktivis mendesak Bupati Rembang M. Salim untuk mencabut persetujuannya atas rencana pembangunan pabrik semen di wilayahnya.
Selain itu, Bupati Salim dituntut menegakkan aturan soal tata ruang dan tata wilayah yang menyatakan cekungan Watuputih merupakan kawasan imbuhan air dan kawasan lindung geologi. Adapun saat ini Salim ditahan di penjara karena tersangkut kasus korupsi. Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jawa Tengah, Teguh Dwi Paryono, belum bisa dimintai konfirmasi. “Saya masih rapat dengan DPR,” kata Teguh.
ROFIUDDIN