TEMPO.CO, Yogyakarta: Kawasan cagar budaya Kotagede Yogyakarta tahun 2014 ini telah ditetapkan sebagai satu dari lima area prioritas penataan kawasan bersejarah program "Jogja Heritage City" oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah DIY, dan Kota Yogyakarta.
Namun, dalam program revitalisasi yang juga meliputi kawasan lain seperti Malioboro, Kota Baru, Keraton Yogyakarta dan Puro Pakualaman itu, perencanaan Kotagede dinilai masih setengah hati karena belum ada master plan yang jelas.
"Sejak wacana penataan Kotagede dilontarkan gencar tahun 2009 silam, sampai saat ini banyak agenda revitalisasi utama belum tersentuh. Termasuk yang dibiayai lewat dana keistimewaan ini," kata Ketua Komisi B DPRD Kota Yogyakarta Toni Ariestiono kepada Tempo Ahad 9 Februari 2014.
Toni menjelaskan, dari program penataan yang dirancang untuk kawasan heritage yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Bantul itu paling banter yang baru dilakukan pemerintah baru bidang kebijakan pungutan pajak.
"Pemerintah sampai saat ini baru sebatas mengurangi beban PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) objek pajak pemilik bangunan cagar budaya. Tapi untuk kelanjutannya tidak ada, seperti pemugaran dan perawatan," katanya.
Dalam kebijakan pajak ini, pemilik objek cagar budaya hanya diwajibkan membayar sekitar 60 persen saja dari keseluruhan beban PBB-nya.
Toni menyebut, belum terkonsepnya penataan kawasan Kotagede, terlihat dari status Kotagede yang sampai saat ini dalam penyebutannya masih menggunakan kata "kawasan". Istilah ini dinilai membingungkan pemahaman publik soal objek utama cagar budaya di wilayah itu. Padahal pusat cagar budaya Kota Gede sendiri hanya dominan di perkampungan Purbayan dan Prenggan.
"Apalagi sampai sekarang belum pernah ada penanda bangunan cagar budaya di Kotagede atau jalur khusus kawasan yang menunjukkan letak heritage itu di mana saja,"kata dia.
Faktor lain, letak geografis Kotagede berbeda dibanding kawasan cagar budaya lain seperti Kota Baru atau Keraton. Kotagede punya banyak akses masuk karena merupakan daerah perbatasan. Banyaknya akses masuk ini dinilai yang jadi potensi kebingungan wisatawan.
Padahal dari sekitar 280 potensi objek cagar budaya yang saat ini masih menunggu proses penetapan pemerintah DIY, separuhnya terdapat di Kota Gede.
Camat Kotagede Nur Hidayat kepada Tempo mengungkapkan awal tahun 2014 ini, pihak sudah menggandeng lembaga konsultan yang mulai mengkaji usulan pembangunan gapura di empat penjuru masuk Kotagede seperti yang diusulkan sejak lama oleh warga. "Tapi kami belum tahu kapan gapura itu tepatnya akan dibangun,"kata Nur.
Gapura ini dimaksudkan sebagai penanda khusus di kawasan budaya itu. Rencananya gapura yang dibangun dengan model Mataraman ini dibiayai dengan anggaran dana keistimewaan.
PRIBADI WICAKSONO.