TEMPO.CO, Jakarta - Puluhan bahkan ratusan satwa langka koleksi Kebun Binatang Surabaya menjadi korban. Ketidaksejahteraan satwa ini terjadi akibat 33 tahun kemelut pengelolaan Kebun Binatang Surabaya tak berhenti.
Pendapatan miliaran rupiah masuk kantong pengelola KBS, sementara kandang hewan dibiarkan sempit, lembap, dan gelap. Pakan pun tak terurus. Tak aneh, setiap kali konflik memuncak, jumlah binatang yang mati meningkat.
Buruknya pengelolaan KBS adalah buntut dari konflik panjang sejak era Stany Soebakir memimpin taman satwa itu. Konflik pertama meletup pada 1997. Seperti dilansir investigasi majalah Tempo edisi 3 Februari 2014, konflik terjadi setelah beredar kabar bahwa pengelola berencana menukar guling lahan KBS dengan sebidang tanah seluas 100 hektare di Jurang Kuping, Surabaya Barat.(Baca: Saling Serang Lima Kubu)
“Saya ingat sudah ada beberapa pertemuan membahas masalah tukar guling ini,” kata Komang Wiyasa, pengurus KBS periode itu, kepada Tempo Desember lalu.
Menurut Komang, pucuk pimpinan Kebun Binatang saat itu adalah Mohamad Said, didampingi Stany Soebakir sebagai ketua harian. Saat itu sebagian pengurus tak setuju KBS pindah. Pro-kontra merebak, hewan pun mulai telantar.
Pada 2001, untuk melindungi aset tanahnya, perkumpulan menghibahkan tanah KBS ke Pemerintah Kota Surabaya. “Saya tidak tahu apa deal-nya waktu itu,” ujar Komang. Dia kemudian diangkat menjadi ketua harian menggantikan Stany.
Namun konflik tak mereda. Pada 2009, konflik baru muncul. Masalahnya lagi-lagi soal pengelolaan aset. Sebagian pengurus menolak laporan pertanggungjawaban keuangan Stany Soebakir. Ketika para pengurus sibuk saling gugat ke pengadilan, hewan KBS mulai berguguran. (Baca: Survei Pendapat Masyarakat Ihwal Konflik di KBS)
Waktu itu Wali Kota Surabaya Bambang D.H. gagal memediasi kubu Stany dan Basuki. Kementerian Kehutanan turun tangan mengambil alih KBS. Pemerintah menunjuk Tim Pengelola Sementara yang diketuai Direktur Taman Safari Indonesia Tony Sumampau.
Tony merombak manajemen, memecat puluhan karyawan, mengurangi jumlah binatang, dan menggenjot pemasukan. Langkah Tony mengundang kontroversi. Dia dicurigai membawa kepentingan bisnis Taman Safari untuk mengakuisisi KBS.
Juli 2013, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengambil alih KBS secara sepihak. Meski tak punya pengetahuan tentang pengelolaan lembaga konservasi, Risma ingin KBS dikelola pemerintah kota saja. Namun upaya pembenahan Risma belum selesai karena kewenangan Risma disoal. (Baca: Risma Akan Kelola KBS Pakai Standar Internasional)
Sejumlah hewan jadi korban. Pada November 2013 saja, seekor komodo, jaguar, dan rusa mati. Seekor singa Afrika, harimau Belanga, dan komodo mati dalam dua bulan terakhir. (Baca: 84 Satwa Kebun Binatang Surabaya 'Menanti Ajal') dan (Baca: Wali Kota Diberi Izin Konservasi Bonbin Surabaya)
Agus Supriyanto | Arief Rizqi Hidayat