TEMPO.CO, Jakarta - Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut tak menghiraukan keberatan pemerintah Singapura atas pemberian nama sebuah kapal perang kelas multy role light fregat buatan Inggris dengan nama KRI Usman Harun. Nama kapal perang itu diambil dua orang pahlawan nasional, Usman Janatin bin Haji Ali Hasan dan Harun bin Said, prajurit KKO (Komando Komando Korps Operasi, sekarang Marinir).
Keduanya gugur di tiang gantungan Singapura. Eksekusi ini terkait dengan kasus pengeboman di Singapura tahun 1965 saat operasi Dwikora. Menurut Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut Laksamana Pertama Untung Suropati, Indonesia berhak menamai kapal perangnya dengan nama pahlawan nasional.
"Silakan mereka keberatan, kami yakin mereka pahlawan yang harus diteladani," kata Untung saat dihubungi Tempo, Kamis, 6 Februari 2014. (Baca: Singapura Protes Nama KRI Usman Harun)
Menurut Untung, TNI Angkatan Laut punya aturan sendiri dalam memberi nama sebuah kapal. Sebagai contoh, untuk kapal perang nama yang digunakan adalah pahlawan nasional. "Seperti KRI Ahmad Yani, KRI Fatahillah, dan lain-lain."
Untuk kapal angkut pasukan dan tank, dia melanjutkan, TNI Angkatan Laut biasanya mengambil dari nama-nama teluk di Indonesia. Sedang untuk kapal perang jenis lain ada juga yang dinamai dari nama-nama pulau dan hewan khas Indonesia.
Angkatan Laut pun berkukuh tak akan mengganti nama KRI Usman Harun. TNI AL punya perhitungan sendiri atas penggunaan nama pahlawan dari Komando Marinir zaman Dwikora itu. Keduannya dianggap layak menjadi panutan prajurit TNI AL, karena kegigihan dan keberanian mereka. "Kalau bukan kami yang meneladani mereka, siapa lagi," kata dia.