TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menduga tersangka kasus Sistem Komunikasi Radio Terpadu Kementerian Kehutanan, Anggoro Widjojo, menggunakan paspor palsu selama menjadi buronan sejak 2009. Namun, KPK belum mendapat informasi dari Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum Indonesia terkait identitas yang digunakan Anggoro selama kabur.
"Kami memang menduga AW (Anggoro Widjojo) menggunakan identitas palsu, tapi informasi itu belum kami dapatkan," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di kantornya, Jumat dinihari, 31 Januari 2014.
Bambang menjelaskan, Anggoro pasti menggunakan paspor untuk melintasi beberapa negara. Diketahui, Anggoro pertama kabur ke Singapura, lalu ke Cina, termasuk Hong Kong. Menurut Bambang, paspor Anggoro sudah kedaluwarsa.
"Lalu bisa disebut AW (Anggoro Widjojo) bukan menggunakan paspor kita (Indonesia). Nah, yang memverifikasi ketika di sana itu otoritas di sana. Jadi, kami belum mendapat informasinya," kata Bambang. Dia mengaku belum mengetahui nama yang digunakan Anggoro selama di Cina.
Anggoro ditangkap ketika sedang berada di check point perbatasan antarnegara (land border) Shenzhen Wan. Itu adalah perbatasan antara Shenzhen dengan Hong Kong.
"Anggoro sempat melintas dari Shenzhen ke Hong Kong. Dia ditangkap saat kembali dari Hong Kong ke Shenzhen," kata Atase Imigrasi Indonesia di Cina, Jamaruli Manihuruk, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis, 30 Januari 2014.
Awalnya, Anggoro ketahuan berangkat dari Shenzhen ke Hongkong pada 27 Januari 2014. Kemudian, 29 Januari 2014, dia kembali dari Hongkong ke Shenzhen.
Di Shenzhen, Anggoro disebut tak melawan saat ditangkap. Dia pun disebut sedang sendiri tanpa pengawalan dan tanpa pendampingan keluarga. Dari Shenzhen, dia digiring dan mendarat pukul 21.20 WIB di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, dan langsung dibawa ke gedung KPK.
Anggoro adalah Direktur PT Masari Radikom. Kasus yang membelit dia diusut KPK sejak 2008. Anggoro ditetapkan menjadi tersangka pada 19 Juni 2009. Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, penyidik lembaganya sempat dua kali memanggil Anggoro, yaitu pada 26 dan 29 Juni 2009. "Dua kali dipanggil, lalu kami mengeluarkan surat daftar pencarian orang atas nama AW pada 17 Juli 2009," ujar Bambang.
Anggoro disangka memberikan duit sebesar Rp 105 juta dan US$ 85 ribu kepada Ketua Komisi Kehutanan Dewan Perwakilan Rakyat kala itu, Yusuf Erani Faishal. Duit tersebut sebagai suap agar anggota Dewan menyetujui program revitalisasi Radio Terpadu di Kemenhut senilai Rp 180 miliar.
Program tersebut sempat terhenti saat Menteri Kehutanan dijabat oleh Muhammad Prakosa. Namun, program kembali diangkat pada 2007 pada masa jabatan Malam Sambat Kaban. Akhirnya, Dewan mengeluarkan surat rekomendasi untuk meneruskan proyek itu pada 12 Februari 2007.
MUHAMAD RIZKI
Berita Terpopuler
KPK Tangkap Buron Anggoro 'Cicak-Buaya'?
Jadi Saksi, Akil Mochtar Gertak Pengacara
Aib Dibuka Mantan Kawan, Farhat Abbas Membalas
Farhat Abbas Minta Nia Mengingat Jasanya