TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keras gugatan yang diajukan perusahaan sawit PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) terhadap Guru Besar Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bambang Hero Saharjo. Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, menilai gugatan yang diajukan ke Pengadilan Negeri Cibinong, Bogor, Jawa Barat itu sebagai bentuk intimidasi terhadap para pembela lingkungan.
"Sehingga pembela lingkungan harus menjalani proses di meja hijau," kata Dimas dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Rabu, 17 Januari 2024.
Dimas menyatakan PT JJP mengajukan gugatan setelah Bambang menjadi saksi ahli dalam kasus pembakaran lahan yang dilakukan perusahaan itu di lahan yang terletak di Kabupaten Rokan Hilir, Riau pada 2013. Berdasarkan informasi yang dihimpun KontraS, PT JJP meminta Bambang mencabut pernyataan soal hasil analisanya terhadap kebakaran yang menyebabkan hilangnya seribu hektare hutan.
"Saat itu, Bambang menjadi saksi ahli Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan," kata Dimas.
PT JJP didenda ratusan miliar
Dalam sidang kasus pembakaran hutan itu, Pengadilan Negeri Rokan Hilir menyatakan PT JJP bersalah dan menghukumnya denda Rp 1 miliar dalam perkara pidana. Selain itu, Pengadilan Negeri Jakarta Utara juga mengabulkan gugatan perdata yang diajukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
PT JJP diharuskan membayar ganti rugi pemulihan lingkungan sebesar Rp 29,473 miliar. Pengadilan Tinggi Jakarta memperberat putusan itu dengan menghukum PT JJP sebesar Rp 491,025 miliar. Dalam vonisnya Pengadilan Tinggi Jakarta juga melarang PT JJP menanam kembali area yang terbakar.
"Alih-alih patuh pada putusan peradilan sebelumnya, gugatan justru menandai pembangkangan perusahaan pada hukum dan ketidakberpihakan pada lingkungan hidup," ujar Dimas.
Menurut penilaian KontraS, gugatan yang diajukan PT JJP ini merupakan bentuk Strategic Lawsuit/Litigation Against Public Participation (SLAPP). Menurut Dimas, langkah hukum dari perusahaan sawit ini masuk klasifikasi serangan terhadap pembela hak asasi manusia (HAM), khususnya di sektor lingkungan.
"Berbagai bentuk serangan dan gangguan tersebut terus terjadi," tutur dia.
Padahal, menurut Dimas, Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, telah menjamin setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dipidana maupun digugat secara perdata.
Dimas mengatakan bahwa seharusnya seorang ahli yang memberikan keterangan di dalam proses persidangan dapat diberikan penghormatan, apresiasi, bahkan perlindungan hukum.
"Sebab, ahli tersebut telah membantu penegakan hukum sesuai keahliannya untuk membuat terang suatu perkara," tutur Dimas.
Desak PN Cibinong tolak gugatan PT JJP
KontraS pun mendesak Pengadilan Negeri Cibinong untuk menolak gugatan PT JJP tersebut. Dia menyatakan PN Cibinong bisa menggunakan perspektif anti-SLAPP untuk menolak gugatan tersebut.
Selain itu, menurut dia, seorang saksi ahli seharusnya diberikan imunitas berupa perlindungan hukum karena menyampaikan keahliannya di bawah sumpah.
Dimas juga menyinggung semangat perlindungan terhadap lingkungan. Dalam perkara semacam ini, menurut dia, kepentingan lingkungan hidup harus diutamakan.
"Sesuai asas in dubio Pro Natura,” ucap dia.
KontraS juga mendesak pemerintah segera merumuskan kebijakan anti-SLAPP hingga ke level teknis untuk melindungi kerja pembela HAM seperti Bambang Hero.
"Khususnya di sektor lingkungan," ucap Dimas.