TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih heran dengan penyadapan yang dilakukan Australia. Menurut dia, dua negara yang bersahabat tak pantas memata-matai satu sama lain. "Mengapa harus menyadap partner, kawan, bukan lawan?" ujarnya di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 20 November 2013.
SBY mengatakan sekarang bukan era Perang Dingin. Selama era itu, kata dia, negara-negara yang tergabung dalam blok yang berhadapan terbiasa melakukan spionase. "Sekarang dunia tidak lagi seperti itu," ujar dia.
Ia mengatakan aksi saling menyadap memang bisa saja dilakukan meski bukan lagi di era Perang Dingin. Namun hal itu tak lazim dilakukan Australi, lantaran Negeri Kanguru itu tidak berada dalam posisi berhadap-hadapan dengan Indonesia. "Saya justru mempertanyakan intelijen itu arahnya ke mana," ucap SBY.
Karena itu, SBY menganggap masalah penyadapan ini adalah masalah serius. Dari aspek hukum, dua negara tak membolehkan adanya aksi penyadapan terhadap pejabat negara lain. Selain itu, menurut dia, penyadapan oleh Australia ini berkaitan dengan moral dan etika sebagai negara tetangga yang bersahabat. "Sebagai partner yang sebenarnya kita sedang menjalin hubungan yang baik."
Laporan penyadapan Australia terhadap Indonesia pertama kali dimuat harian Sydney Morning Herald pada 31 Oktober 2013. Harian itu memberitakan tentang keberadaan dan penggunaan fasilitas penyadapan di Kedutaan Besar Australia di Jakarta dan negara-negara lain. Laporan juga menyebutkan penggunaan fasilitas penyadapan di Kedutaan AS di Jakarta.
Laporan terkini dari lansiran media berita Australia itu menyebutkan bahwa penyadapan dilakukan Australia terhadap Presiden SBY selama 15 hari pada Agustus 2009. Selain SBY, penyadapan dilakukan kepada Ibu Negara Ani Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono, dan sejumlah menteri. Kesemua laporan itu berdasarkan pada bocoran dokumen dari mantan intelijen AS, Edward Snowden.
PRIHANDOKO
Baca juga
Vonis Bos PT Indoguna Permudah Kasus Luthfi Hasan
Cara Nazaruddin Mengelak dari Tudingan KPK
Kasus Nazaruddin, KPK Minta Kejaksaan Transparan
Jawaban KPK Soal Motif Politik di Kasus Luthfi