TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hubungan Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Demokrat, Hayono Isman, mengapresiasi pemerintah Belanda yang meminta maaf atas pembantaian di Indonesia sepanjang tahun 1945-1949. Menurut dia, permintaan maaf ini melegakan publik Indonesia.
"Meski sudah 60 tahun, tak ada kata terlambat untuk meminta maaf," kata Hayono ketika ditemui di kompleks parlemen Senayan, Senin, 2 September 2013. Menurut dia, kekerasan terhadap masyarakat sipil selama perang jelas merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Setiap negara atau bangsa, kata Hayono, harusnya meminta maaf atas setiap pelanggaran yang telah mereka lakukan.
Wakil Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri, Tubagus Hasanuddin, juga mengatakan Belanda belum terlambat untuk meminta maaf. Justru permintaan maaf ini, kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu, menjadi preseden yang positif bagi penegakan HAM.
Pernyataan parlemen ini menyikapi pengumuman pemerintah Belanda yang akan meminta maaf atas kejahatan yang dilakukan negara itu saat menyerang Indonesia pada 1945-1949. Belanda juga akan memberikan kompensasi sebesar 20 ribu euro atau setara Rp 280 juta kepada 10 janda korban pembantaian.
Selama kurun waktu 1945-1949 setidaknya terjadi dua kasus pembunuhan massal. Kedua kasus itu adalah kasus pembantaian di Rawagede, Jawa Barat, dan Westerling di Sulawesi Selatan. Dalam kedua kasus itu, ribuan warga Indonesia tewas di ujung bedil tentara Belanda.
Baca Juga:
SUNDARI