TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, mengatakan pengangkatan Patrialis Akbar menjadi hakim Mahkamah Konstitusi dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berdasarkan rekomendasi menteri.
"Presiden mempelajari, melihat, dan mendengar pertimbangan dan masukan dari menteri terkait yang dikoordinasikan di bawah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan," kata Julian di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 13 Agustus 2013.
Menurut dia, sejumlah pejabat negara, di bawah koordinasi Menteri Djoko Suyanto, yang memberikan rekomendasi atas pemilihan Patrialis adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin, Jaksa Agung Basrief Arief, dan Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo.
Atas pandangan-pandangan itu, Julian menambahkan, Patrialis akhirnya dipilih SBY. "Pak Patrialis dianggap pantas untuk dicalonkan sebagai salah satu wakil pemerintah sebagai hakim konstitusi," ujar mantan Wakil Dekan FISIP Universitas Indonesia ini.
Ia menjelaskan, Undang-Undang Mahkamah Konstitusi telah memberikan ruang bagi pemerintah untuk mengajukan tiga wakil sebagai hakim konstitusi. Atas dasar itu, pemerintah mengajukan nama Patrialis. "Tentunya setelah melihat, mempelajari, dan mempertimbangkan semua pasal di dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi itu sendiri," ucap Julian.
Patrialis mengucapkan sumpah jabatan menjadi hakim Mahkamah Konstitusi di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 13 Agustus 2013. Pengucapan sumpah jabatan disaksikan Presiden SBY. Acara ini berlangsung selama sekitar 20 menit dimulai pukul 10.30 WIB.
Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu diangkat untuk menggantikan hakim konstitusi Ahmad Sodiki yang memasuki masa pensiun. Pengangkatan Patrialis dilakukan melalui Keputusan Presiden Nomor 87/P/2013 tertanggal 22 Juli 2013. Dua hakim konstitusi lainnya yang masih menjabat, M. Akil Mochtar dan Maria Farida Indrati, juga kembali didaulat menjadi hakim konstitusi untuk periode 2013-2018.
Pengangkatan Patrialis ini menuai kontroversi. Kemarin, Koalisi Selamatkan Mahkamah Konstitusi mengajukan gugatan terhadap Surat Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2013 tentang pengangkatan Patrialis sebagai hakim konstitusi ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Mereka menilai Presiden SBY menunjuk Patrialis tanpa publik mengetahui mekanisme seleksinya.
Penunjukan Patrialis ini juga dianggap melanggar sejumlah undang-undang. Misalnya Undang-Undang Mahkamah Konstitusi tentang pencalonan hakim konstitusi yang dilaksanakan secara transparan dan partisipatif.
PRIHANDOKO
Berita lainnya:
Kriminolog: Pembunuh Sisca Yofie Orang Suruhan
Bentrok FPI Lamongan Ramai di Linimasa Twitter
Ini Kronologis Bentrok FPI dan Warga di Lamongan
Telepon Sisca Yofie Digilir Empat Orang