TEMPO.CO, Banyuwangi - Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pertambangan Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Hary Cahyo mengatakan tidak tahu dengan munculnya puluhan tempat pemisahan bijih emas menggunakan merkuri milik masyarakat di Kecamatan Pesanggaran. "Saya belum tahu," kata dia Selasa, 16 Juli 2013.
Menurut Hary, maraknya tempat pemisahan bijih emas itu merupakan urusan kepolisian setempat. Sebab, pertambangan emas rakyat tersebut belum mengantongi izin. "Tanyakan saja ke polisi," kata Hary.
Baca Juga:
Saat ini ada sekitar 90 tempat pemisahan bijih emas menggunakan merkuri berdiri di rumah-rumah penduduk. Sebanyak 20 tempat di antaranya disewakan serta dilengkapi 10 unit mesin pemisah emas. Sedangkan 70 sisanya dipakai pribadi dengan 1-3 mesin.
Suparjiono, salah satu pemilik pemisahan bijih emas bercerita, dalam sebulan dia memakai 5 kilogram merkuri untuk 20 kali proses pemisahan bijih emas. Satu mesin biasanya menghaluskan 3 kilogram material, 20 liter air, dan 0,3 kilogram merkuri. Dengan demikian, limbah merkuri yang dihasilkan untuk 10 mesin mencapai sekitar 200 liter sekali proses. Limbah cair berwarna abu-abu itu langsung dibuang ke belakang rumahnya.
Kepala Bagian Operasional Polres Banyuwangi Komisaris Sujarwo, mengaku belum menerima laporan soal kegiatan masyarakat yang menghasilkan limbah berbahaya itu. Menurut dia, Polres sebenarnya menunggu kebijakan dari Pemerintah Banyuwangi untuk melegalkan pertambangan rakyat. "Sebelumnya pernah rapat, katanya mereka akan dilegalkan melalui bentuk koperasi," kata dia.
Oleh karena itu, kata Sujarwo, sebelum ada kepastiaan status, pertambangan tradisional itu masih diperbolehkan. Namun, mereka hanya boleh beraktivitas di area tertentu yang ditetapkan polisi bersama Perhutani, yakni di lahan hutan seluas 4,5 hektare.
Pertambangan emas rakyat mulai beroperasi pada 2008, setahun setelah perusahaan pertambangan emas, PT Indo Multi Niaga (IMN) mengantongi kuasa eksplorasi perusahaan emas seluas 11.621,45 hektare di kawasan hutan blok Gunung Tumpang Pitu, Kecamatan Pesanggaran. Hampir tujuh ribu penambang dari masyarakat lokal maupun luar daerah, seperti Bogor, Kalimantan, dan Sumbawa, mencari emas di hutan-hutan yang masuk konsesi perusahaan.
Berdasarkan penelitian dosen Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi, Susintowati, limbah merkuri telah mencemari sungai Lampon di Pesanggaran. Di bibir muara yang berbatasan dengan Laut Selatan, kandungan merkurinya mencapai 1,17 ppm. Padahal menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004, batas aman merkuri di alam hanya 0,1 ppm dan dalam air sungai 0,07 mg/liter. "Merkuri merupakan pencemar yang membahayakan," kata dia.
IKA NINGTYAS
Topik Terhangat
Hambalang Jilid 2 | Rusuh Nabire | Pemasok Narkoba | Eksekutor Cebongan
Berita Lain:
Wakil Menteri Dituding Muluskan Anggaran Hambalang
Dua Orang Ditembak di Apartemen Mediterania
Polri dan TNI Diminta Pulihkan Situasi di Nabire
Priyo: ICW Salah Mengerti Surat Napi Koruptor