TEMPO.CO, Palembang - Bayi kembar siam dempet perut, Rahma-Rahmi mulai menjalani operasi pemisahan di Rumah Sakit Muhammad Husein (RSMH) Palembang, sumatera Selatan, Sabtu, 6 Juli 2013 tadi. Buah hati dari pasangan Lia Risdiana-Isnadi ini menjalani operasi dibawah kendali 56 dokter ahli dari RSMH dan RS dr. Soetomo Surabaya. Tim dokter memperkirakan, operasi akan berlangsung selama 26 jam. Di luar kamar operasi terlihat puluhan keluarga pasien dan tenaga medis menyaksikan jalannya tindak medis dari layar monitor.
Ketua umum tim medis dan non medis operasi kembar siam dari RSMH, dr Masayu Rita Sp.A(K) menjelaskan dalam dua pekan terakhir ini pasien dalam keadan sehat tanpa meminum obat apapun serta tak ada keluhan diare, batuk, dan demam. Melihat kondisi itu, tim dokter pun sepakat untuk menjalankan operasi pemisahan. "Sekira jam 7 tadi pasien masuk ruang operasi dengan didampingi oleh 56 dokter ahli," kata Rita, Sabtu, 6 Juli 2013.
Ditemui di sela-sela menyaksikan jalannya operasi dari layar monitor, Rita menambahkan jika putri ke 4 dan ke 5 dari pasangan Lia-Isnadi itu mengalami kembar dempet perut dan panggul (Tetrapus Omphaloischiopagus). Namun demikian pasien dengan nama lengkap Sabrina Fayza Rahma (Rahma) dan Sabrina Fayza Rahmi (Rahmi) memiliki dua jantung dan jaringan tubuh yang lengkap. "Hanya usus dan veltus yang menyatu, makanya bedah anak akan merekonstruksinya," ujar Rita.
Sementara itu Direktur utama RSMH dr. Yanuar Hamid SPpD menjelaskan pihaknya mulai merawat Rahma-rahmi beberapa hari setelah keduanya dilahirkan di RSI Siti Khadijah Palembang pada 9 Maret 2012. Ketika itu Berat keduanya hanya 4,8 kilogram. Perawatan di Rumah sakit berjalan hingga keduanya berusia 9 bulan. Selanjutnya tim medis dan pihak keluarga sepakat untuk melakukan perawatan di kediaman mereka di Jalan Kopral Daud, Palembang. "Ini kejadian yang kedua kalinya kami tangani berasama tim dari RS dr. Soetomo," kata Yanuar.
Pada operasi pertama, Yanuar menjelaskan, pasiennya tidak bisa bertahan lama usai menjalani operasi pemisahan. Hal itu dikarenakan sebelum menjalani operasi, kedua pasien dalam keadaan kurang sehat sehingga pihaknya terpaksa menjalankan operasi emergensi. "Mudah-mudahan Rahma-rahmi bisa lebih optimal karena pasien dalam keadaan sehat dan bukan operasi emergensi."
Sementara itu ketua tim dokter RS Soetomo Surabaya, Dr Agus Harianto Sp.A(K) menjelaskan dirinya membawa belasan tenaga dokter yang memiliki pengalaman dalam menghadapi pasien seperti Rahma dan Rahmi. Hingga hari ini pihak RS Soetomo Surabaya telah menjalankan tindak medis terhadap 54 bayi kembar siam dengan beragam tingkat kesulitan. Kasus pertama menurut Agus terjadi pada tahun 1975. "Dari 54 kasus yang pernah kami tangani, 34 persen di antaranya meninggal sebelum masuk ruang operasi," kata Agus.
Berkaca pada pengalaman yang telah dimiliki selama puluhan tahun, dia optimistis pemisahan kembar Rahma-Rahmi akan berjalan lancer dan pasien dapat bertahan hidup.
PARLIZA HENDRAWAN