TEMPO.CO, Pekanbaru - Jupernalis Samosir, wartawan Tempo di Riau, meninggal dunia Minggu, 9 Juni 2013, di Rumah Sakit Umum Arifin Achmad, Pekanbaru. Almarhum meninggal pada usia 46 tahun, meninggalkan seorang istri dan tiga orang anak. Sebelumnya, Jupernalis dirawat selama sepekan akibat sakit infeksi lambung yang dideritanya.
Di mata istrinya, T Sibarani, Jupernalis seorang kepala keluarga yang bertanggung jawab, sayang pada keluarga, dan tak pernah marah. Dia mengenang, saat suaminya sehat dan selalu pulang malam, Jupernalis tak penah lupa membawa oleh-oleh makanan untuk anak-anaknya. "Kalau bapak belum pulang, anak-anak tidak akan tidur," ujarnya.
Tidak hanya bertanggung jawab pada keluarga, ternyata Jupernalis memiliki jiwa sosial tinggi. Meski pun secara ekonomi tidak berkelebihan, ia kerap membantu tetangga yang lagi kesusahan. "Dia bayarkan uang sekolah anak tukang parkir," ujar Sibarani.
Selepas acara pemakaman pada Senin 11 Mei 2013 lalu, Sibarani dibuat kaget oleh seorang pria paruh baya yang tidak dikenalnya, menangis di rumah duka. Belakangan diketahui, ternyata Jupernalis kerap memberi bantuan uang kepada pria tersebut untuk pengobatan anaknya.
Menurut T Sibarani, suatu waktu ia pernah meminta suaminya untuk beralih profesi mengingat kesehatannya yang kian menurun. "Aku tidak bisa kerja lain, aku cuma bisa menulis," ujar Jupernalis ketika itu.
Jupernalis Samosir memiliki tiga anak. Mereka adalah Windi Lusia, mahasiswa di Universitas Riau; Andreas Samosir, kelas II SMP; dan Yohana Cecilia, kelas 5 Sekolah Dasar. Ketiga anaknya dikaruniai kecerdasan dan selalu menjadi juara kelas. Samosir kerap mengingatkan anak-anaknya selalu beramal dengan ilmunya.
Enam bulan menjelang kepergiannya, Samosir kerap jatuh sakit. Bahkan dia berulang kali masuk rumah sakit. Tapi semangatnya untuk sembuh tetap tinggi. Ia tidak pernah mengeluh dan selalu berusaha terlihat ceria. "Yakinlah kalau aku akan hidup lama, untukmu dan anak-anak," kata Samosir kepada istrinya sebelum menghembuskan nafas terakhir.
***
Tidak hanya keluarga saja yang merasa terpukul atas meninggalnya wartawan Tempo di Riau ini. Saya dan wartawan lainnya di Riau, juga merasa kehilangan sosoknya. Tak heran, saat meninggalnya Jupernalis, hampir semua media lokal di Riau memberitakan berita duka tersebut. Kami sama-sama bekerja untuk Tempo, di Riau. Bagi saya, Samosir tidak hanya senior atau rekan kerja, lebih dari itu, ia adalah seorang bapak.
Selama bekerja bersama dia, bagitu banyak pelajaran yang saya peroleh, dari urusan pekerjaan hingga urusan pribadi. Setiap ucapannya menjadi motivasi bagi saya. Namun, dia selalu marah ketika melihat saya berkeluh kesah. "Kau itu masih muda, jangan lemah, aku gak suka lihat kau menyerah," saya dinasehati dengan suara tinggi.
Saya mengenal Samosir sejak di bangku kuliah, meski hanya mengenal namanya saja dari tulisan-tulisannya di Majalah Tempo. Ketika itu, tahun 2007, saya aktif di media kampus, Tabloid Gagasan, Universitas Islam Negeri Riau. Saya mulai mengidolakan Jupernalis saat membaca laporannya di Majalah Tempo ihwal maraknya kasus Ilegal loging di Riau. Bagi saya, Jupernalis adalah wartawan hebat dan pemberani.
Pada Juli 2012, saya resmi bergabung di Tempo. Orang pertama yang saya jumpai adalah Jupernalis. Sikap yang paling menyenangkan darinya adalah humoris. Dia pun tak membedakan antara wartawan senior dan junior. "Tidak ada bedanya aku sama kau, kita sama-sama wartawan," ujarnya saat itu.
Dia dikenal di seantero Riau, baik di kalangan pejabat maupun wartawan. Setiap kali saya mendapat penugasan ke daerah, Samosir selalu menitip pesan ke rekan-rekannya di daerah tersebut untuk membantu dan menjaga saya. "Aku titip adikku, tolong kau jaga," ujarnya. Saya sangat terbantu dengan pergaulannya yang luas itu. Satu nasehat yang selalu saya ingat darinya yakni "Kita akan selalu dihargai kalau kita masih menulis."
***
Di lingkungan wartawan Riau, Jupernalis dikenal sebagai wartawan senior yang rendah hati dan mudah bergaul. "Dia begitu ramah dengan semua orang," ujar wartawan LKBN Antara, Fazar Muhadi. Sejak kenal Jupernalis pada 2006, Fazar mengatakan, Jupernalis tak memperlihatkan sosoknya sebagai wartawan senior dari media besar Tempo, sehingga wartawan muda senang bergaul dengannya.
Wartawan Tribun Pekanbaru, Nasuha menuturkan, hal yang paling berkesan baginya dari Jupernalis Samosir yaitu wartawan senior yang suka berbagi ilmu dan pengalaman kepada wartawan muda.
Banyak jurnalis Riau berguru padanya. "Ilmu jurnalistiknya sangat bagus, dia juga yang selama ini mengajar saya menulis," kata wartawan Okezone, Nanda Hairudin Tanjung.
Selain berbagi ilmu kepada wartawan, Jupernalis juga kerap diundang memberi pelatihan jurnalistik bagi aktivis Pers Kampus. "Ia wartawan hebat," ujar wartawan Tabloid Aklamasi Universitas Islam Riau, Puput Jumantirawan.
RIYAN NOFITRA
Topik Terhangat:
Produk Baru Apple| Mucikari SMP| Taufiq Kiemas| Priyo Budi Santoso| Rusuh KJRI Jeddah
Berita Lainnya:
Kata Fahri, Istana 'Tendang' PKS dari Koalisi
Tensi Darah Dicek, Kening Jokowi Berkerut
Polisi Ambil Visum Mucikari SMP
Skandal Seks Guncang Kemlu AS
5 Pujian untuk "Man of Steel"
Suswono Tak Pusing PKS Dikeluarkan dari Koalisi