TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai polisi tak fokus dalam menyidik kasus penyekapan buruh pabrik panci di Kampung Bayur Opak, Desa Lebak Wangi, Sepatan, Tangerang. Tuduhan ini terlihat dari pasal yang digunakan penyidik Polres Kota Tangerang terhadap Yuki Irawan, sang empunya pabrik, dan beberapa orang anak buahnya.
"Dalam BAP (berita acara pemeriksaan) mereka hanya menggunakan pasal 333 KUHP tentang perampasan kemerdekaan, dan pasal 335 KUHP tentang tindak tidak menyenangkan," kata Koordinator Kontras, Haris Azhar, dalam jumpa pers di kantornya, Jalan Borobudur, Jakarta Pusat, Senin, 6 Mei 2013.
Padahal menurut Haris, ada beberapa undang-undang yang dilanggar para tersangka di luar KUHP. Sebagai contoh, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Manusia.
Haris pun meminta agar penyidik Polres Kota Tangerang mencantumkan undang-undang itu. Jangan sampai penyidik menyembunyikan fakta hukum dalam kasus ini. Jika perlu Kontras akan meminta Mabes Polri untuk membentuk tim khusus dari Polda Metro Jaya. Tim ini nantinya akan ikut mengawasi dan melakukan supervisi penyidikan kasus ini.
"Tujuannya agar tersangka dijerat dengan pasal dan undang-undang yang setimpal, begitu pula hukumannya."
Sebelumnya, Kepolisian Resor Kota Tangerang menggerebek CV Cahaya Logam, produsen aluminium balok dan panci, Jumat, 3 Mei 2013. Berada di Kampung Bayur Opak, Desa Lebak Wangi, Sepatan, pabrik ini milik Yuki Irawan. Di pabrik yang sudah operasi selama 1,5 tahun itu, polisi menemukan 25 buruh yang disekap. Sebagian besar dari mereka berpakaian kumal, menderita penyakit kulit, dan kantung mata gelap.
INDRA WIJAYA