TEMPO.CO, Surabaya - Asisten Ekonomi dan Pembangunan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Hadi Prasetyo, mengatakan ada indikasi lain di balik menumpuknya kontainer bawang putih impor di Terminal Peti Kemas Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. "Ada indikasi ingin membuka saluran impor lain. Kalau hanya di Surabaya saja akan menumpuk," kata Hadi kepada Tempo di kantornya, Rabu, 13 Maret 2013.
Menurut Hadi, Jawa Timur tengah kebanjiran bawang putih impor dan masih tertahan di Terminal Peti Kemas. Hampir seluruhnya berstatus on arrival. Artinya, kontainer datang lebih dulu baru mengurus Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 60 Tahun 2012, RIPH dan Surat Persetujuan Impor dikeluarkan bersamaan dengan masuknya komoditas impor.
Saat ini, kata Hadi, ada 110 kontainer bawang putih di Terminal Peti Kemas dan sudah mengurus RIPH dan SPI. Dari jumlah itu, 32 kontainer sudah menetap di gudang peti kemas selama 20 hari, 62 kontainer menginap 30 hari, dan sisanya sudah lebih dari sebulan disimpan di dalam gudang yang memiliki reefer plug. "Ini sudah clean and clear, tapi tidak diambil importir untuk dikeluarkan."
Hadi memperkirakan para importir sengaja menimbun kontainer bawang putih impor itu untuk membuktikan bahwa saluran impor harus dibuka lebih luas, tidak hanya di Pelabuhan Tanjung Perak. "Tapi, ini masih analisis. Kami masih telusuri."
Di lain sisi, ada 392 kontainer hortikultura impor yang sudah masuk dan diproses di Bea Cukai. Ratusan kontainer itu belum memiliki RPIH dan SPI. Hadi membantah jika belum diterbitkannya dokumen itu karena keengganan atau kelambanan birokrasi pemerintah. "Mereka sendiri (importir) yang tidak mengurus."
Hingga 6 Maret 2013, Kementerian Pertanian menerima pengajuan 114 aplikasi dari importir untuk pengurusan RPIH. Sebanyak 90 aplikasi sudah diterbitkan RPIH. Ini, ujar Hadi, membuktikan tidak ada resistensi dari pemerintah untuk penerbitan RPIH.
AGITA SUKMA LISTYANTI