TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan mengecam rencana Pemerintah Kota Lhokseumawe, Aceh, melarang perempuan duduk mengangkang saat dibonceng di sepeda motor. Komisioner Komnas Perempuan Neng Dana Affiah menilai rencana tersebut tidak produktif dan tak ada faedahnya bagi perempuan.
Menurut Dara, peraturan tersebut nantinya malah bakal merugikan perempuan. "Peraturan harus memiliki manfaat bagi warga, terutama perempuan. Jika peraturan tersebut tidak memiliki manfaat apa pun, ia hanya akan menghabiskan dana daerah dan menguntungkan si pembuat aturan," kata Dara saat dihubungi, Jumat, 4 Januari 2013
Dasar dibuatnya larangan mengangkang bagi perempuan juga dianggap tidak jelas tolok ukurnya. "Jika alasannya karena tidak sesuai dengan syariat Islam, apa tolok ukur ketidakseriusannya? Argumentasi akademis ini harus melalui pengujian publik," ujarnya.
Dara menilai pemerintah lebih baik membuat kebijakan yang bermanfaat. Contohnya, mendirikan lembaga-lembaga layanan korban kekerasan yang terintegrasi dengan puskesmas. Dengan begitu, perempuan korban kekerasan akan memiliki akses terhadap pemulihan kondisi psikologis.
Alih-alih membuat peraturan yang diskriminatif terhadap perempuan, pemerintah disarankan Komnas memperbaiki kualitas pendidikan perempuan, baik dengan memberantas buta huruf, memperbanyak lapangan kerja, maupun memberdayakan perempuan di ranah publik.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Reydonnyzar Moenek, saat dikonfirmasi mengatakan, peraturan daerah masih bisa diklarifikasi oleh pusat. Reydonnyzar menilai terlalu dini jika perda tersebut dianggap bias jender dan diskriminatif.
Dinas Syariat Islam Pemkot Lhokseumawe tengah menyiapkan aturan baru yang berisi imbauan agar perempuan tidak duduk mengangkang saat membonceng. Rencananya, pekan depan, pengumuman soal imbauan tersebut mulai diedarkan di ruang publik, yaitu berupa spanduk dan baliho.
ISMA SAVITRI