TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menegaskan kasus suap cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004 tidak berhenti di Miranda Swaray Goeltom. "Kasus ini masih terus kami kembangkan," kata juru bicara KPK, Johan Budi S.P., Kamis 27 September 2012.
Menurut Johan, penyidik mengembangkan kasus cek pelawat tersebut berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Setiap fakta itu, divalidasi oleh penyidik. Dalam mengungkap tersangka baru, KPK sangat tergantung dari putusan hakim terhadap Miranda.
"Apakah putusan hakim itu bisa membuat KPK mengembangkan kasus ini atau tidak? Kami akan mempelajari putusan tadi, pertimbangan-pertimbangan apa yang dipakai oleh hakim," kata dia.
Miranda baru saja divonis bersalah dengan hukuman tiga tahun penjara, denda Rp 100 juta, serta tetap ditahan. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memutuskan Miranda terbukti bersalah dalam kasus suap cek pelawat tersebut.
Menurut ketua majelis hakim, Gusrizal, hakim telah menemukan rangkaian tindak pidana yang dilakukan oleh Miranda. Seperti terdakwa melakukan pertemuan dengan Fraksi PDI Perjuangan di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan dan Fraksi TNI-Polri di Gedung Graha Niaga, Jakarta Pusat.
"Meskipun terdakwa memiliki kelayakan untuk terpilih, majelis hakim berpendapat unsur berhubungan dengan jabatan telah terbukti," kata Gusrizal.
Dalam kasus cek pelawat ini, KPK sudah mendakwa lebih dari 30 orang, sebagian besar adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat 1999-2004. Mereka pun telah dipidana bersalah dengan hukuman bervariasi. Kolega Miranda, Nunun Nurbaetie, juga telah dipidana bersalah.
Fakta di persidangan, ada aliran cek pelawat sebesar Rp 24 miliar mengalir kepada anggota Komisi IX DPR pada hari pemilihan Deputi Gubernur Senior BI (DGSBI) pada Juni 2004. Pemilihan ini dimenangkan oleh Miranda.
Adalah Bank Artha Graha milik taipan Tomi Winata yang memesan cek tersebut kepada Bank Internasional Indonesia atas permintaan PT First Mujur and Plantation. Cek itu dimaksudkan untuk uang muka pembelian lahan sawit seluas 5.000 hektare di Tapanuli Selatan.
Tetapi beberapa jam setelah cek terbit, tiba-tiba berpindah tangan kepada Direktur PT Wahana Esa Sejati, Arie Malangjudo. Dari Arie, cek tersebut sampai ke tangan anggota Komisi Keuangan DPR.
Johan enggan berkomentar mengenai fakta-fakta persidangan tersebut sebab sudah masuk materi perkara. "Yang jelas, sekecil apa pun fakta persidangan yang terungkap, pasti ditindaklanjuti oleh penyidik," kata Johan.
RUSMAN PARAQBUEQ
Berita terpopuler lainnya:
Hadiah US$ 60 Juta bagi Pria yang Mau Nikahi Lesbi
Kapolri Perintahkan Djoko Susilo Datang ke KPK
Alumni SMA 6 Usulkan Sanksi bagi Kepala Sekolah
AD Tersangka Tawuran Pelajar di Manggarai
Kakek Asal Banyuwangi Naik Haji 21 Kali
Satu Pelajar Tewas Lagi dalam Tawuran
Irfan Bachdim Hattrick, Indonesia Cukur Brunei 5-0