TEMPO.CO, Jember - Program pemerintah untuk memperkuat ketahanan dan diversifikasi pangan nasional harus melibatkan sektor pendidikan. "Generasi muda harus dididik soal nasionalisme dan kedaulatan pangan melalui kurikulum sekolah taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi," kata guru besar ilmu kimia dan biokimia hasil pertanian Universitas Jember, Prof. Dr. Achmad Subagio, Rabu, 26 September 2012.
Menurut Achmad Subagio, sektor pendidikan harus dilibatkan sebagai bagian dari strategi karena masyarakat harus mengubah kebiasaan pangan (food habit) akibat kebijakan pangan pada masa Orde Baru. Masyarakat selama ini hanya bertumpu pada beras, terigu, dan gandum.
Dia menjelaskan, kegagalan Indonesia membangun kemandirian di bidang pangan karena tidak mau dan tidak mampu mengelola potensi yang ada dan sangat banyak. Di antaranya sumber protein selain kedelai dan sumber karbohidrat selain beras yang selama ini terbengkalai dan nyaris punah.
Mengutip data Badan Pusat Statistik, Achmad memaparkan bahwa Indonesia mengimpor sedikitnya 28 komoditas pangan, mulai beras, jagung, kedelai, hingga singkong. Buah-buahan impor pun lebih mudah diperoleh di minimarket dibandingkan dengan buah-buahan lokal. "Singkong, sagu, jagung, berbagai macam jenis umbi dan kacang koro, itu contoh potensi lokal yang harus dimanfaatkan untuk mewujudkan kedaulatan di bidang pangan," kata penemu tepung singkong (mocaf) dan beras cerdas dari singkong itu.
Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan, mengakui program diversifikasi pangan non-beras memang tidak cukup hanya dilakukan dengan imbauan atau sosialisasi tentang alternatif pangan. Program diversifikasi harus mulai dijadikan kebiasaan di kalangan masyarakat.
Selain itu, menurut Rusman, keterlibatan pemerintah sangat diperlukan melalui badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD). Peran serta swasta pun tak kalah penting. "Misalnya beras dan mi dari singkong atau tempe dari kacang koro yang dibuat di Universitas Jember dijadikan makanan di pesantren, asrama-asrama, dan sekolah-sekolah," ujarnya.
Saat ini, dia menambahkan, salah satu bagian dari strategi terpadu Kementerian Pertanian untuk ketahanan pangan adalah dengan melibatkan BUMN, BUMD, dan swasta, untuk mendukung program diversifikasi. "Misalnya, di Maluku dan Papua untuk mengembangkan sagu, di Madura untuk jagung, dan Jawa untuk singkong," ujarnya.
Menurut Rusman, perguruan tinggi dijadikan salah satu basis penciptaan inovasi teknologi di bidang pertanian untuk mendukung program swasembasda berkelanjutan dan peningkatan diversifikasi pangan.
Pemerintah juga berencana memberikan insentif atau semacam subsidi untuk perusahaan swasta yang ikut membantu program itu, seperti perusahaan mi instan yang mengunakan tepung mocaf sebagai pengganti terigu.
MAHBUB DJUNAIDY
Terpopuler:
SBY: Rencana Ekonomi RI Ambisius
Merpati Datangkan 60 Pesawat dari Hong Kong
Bumi Diminta Klarifikasi Dugaan Penyelewengan
BI: Tak Ada Lelang Paksa dalam Gadai Emas
Laba Naik 79,7 Persen, Saham Japfa Layak Dibeli