TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas mengatakan lembaganya masih membutuhkan waktu untuk menetapkan tersangka baru dalam kasus korupsi pengadaan Al-Quran dan alat laboratorium di Kementerian Agama tahun anggaran 2010-2012, termasuk penyuap dalam perkara itu.
"Perlu dipahami, KPK agak mendalam untuk melakukan penyelidikan. Dalam proses penyelidikan, memang ada keterbatasan informasi yang bisa kami sampaikan," kata Busyro melalui layanan pesan pendek, Sabtu, 8 September 2012. "Kami dituntut memproses berdasar kebenaran materiil dan pendekatan maksimalis."
Dalam kasus ini, dua orang sudah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Zulkarnaen dan putra sulungnya, Dendy Prasetya. Keduanya disangka menerima pemberian atau janji terkait proyek di Kementerian. Namun sosok penyuapnya sendiri hingga kini masih belum dapat dijerat oleh KPK.
Zulkarnaen kemarin menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka. Meski materi pemeriksaan belum menyentuh pokok perkara, anggota Komisi Agama itu langsung ditahan di Rumah Tahanan KPK. Seusai pemeriksaan, kepada pewarta, Zulkarnaen mengklaim tidak paham kasus yang disangkakan padanya.
Ia juga menyebut Dendy, yang menjabat bos PT Sinergi Alam Indonesia, tidak tersangkut kasusnya. Perusahaan Dendy diklaim Zulkarnaen tidak ikut lelang proyek, apalagi sampai memenangi tender puluhan miliar rupiah. KPK pernah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Dendy. Namun batal karena yang bersangkutan sakit setelah kecelakaan lalu lintas.
Juru bicara KPK, Johan Budi Sapto Prabowo, mengatakan pihaknya masih menggali keterangan sejumlah saksi untuk mengembangkan kasus ini. Termasuk soal dugaan penerimaan suap Zulkarnaen dan Dendy yang disinyalir lebih dari Rp 10 miliar. "Dalam proses penyidikan, termasuk pemberi suap," ujarnya.
Johan menambahkan, Zulkarnaen diduga menggiring Kementerian Agama agar perusahaan tertentu dimenangkan dalam lelang. Namun, apakah yang bersangkutan ikut mengatur anggaran di Senayan, Johan menyebutkan dugaan itu masih dipelajari. "Kalau ada alat bukti cukup, siapa pun akan ditindak."
ISMA SAVITRI