TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Emir Moeis, kembali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi untuk kasus cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat ini diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Miranda Swaray Goeltom, mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha membenarkan lembaganya sedang memeriksa Emir. Politikus PDI Perjuangan ini mendatangi kantor KPK pukul 09.58 WIB, dengan mengenakan kemeja putih dan celana hitam. "Ya, saya diperiksa terkait Miranda," katanya saat memasuki kantor KPK. Dia enggan memberikan keterangan terkait pemeriksaan hari ini. "Nanti saja setelah selesai pemeriksaan."
Emir sudah berkali-kali diperiksa dalam kasus ini sejak puluhan koleganya menjadi tersangka kasus cek pelawat. Dalam persidangan, nama Emir acap kali disebut terlibat. Pada persidangan terdakwa Nunun Nurbaetie beberapa waktu lalu, Emir disebut memerintahkan pembagian cek pelawat kepada seluruh anggota Fraksi PDI Perjuangan di Komisi IX DPR yang membidangi perbankan.
Bekas koleganya, Dudhie Makmun Murod, kembali membeberkan peran Emir ini di persidangan pada 14 Maret lalu. Dudhie mengatakan Emir memintanya membawa amplop ke ruangannya. Setelah itu, isi amplop dibagi-bagikan kepada anggota Fraksi PDI Perjuangan di Komisi IX pada hari pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004 lalu.
Menurut Dudhie, sebelum itu, ia ditelepon Panda Nababan dari PDI Perjuangan untuk menemui Ari Malangjudo, Direktur Operasional PT Wahana Esa Sejati, di rumah makan Bebek Bali, Jakarta Pusat. "Saya hanya diminta menemui Ari," kata Dudhie ketika bersaksi untuk terdakwa Nunun Nurbaetie dalam kasus suap cek pelawat ini. Setelah bertemu, Ari memberikan sebungkus amplop besar berwarna cokelat kepada Dudhie. "Saya kemudian menelepon Pak Panda setelah menerima amplop itu," kata Dudihe. "Bang, ini sudah saya ambil, ini bagaimana," ujar dia. "Ya sudah, dibagi saja," kata Dudhie, mengutip pernyataan Panda.
Selanjutnya Dudhie menghubungi Emir Moeis, Ketua Kelompok Fraksi PDI Perjuangan ketika itu. Melalui telepon, kata Dudhie, Emir memintanya membawa amplop itu ke ruangannya. "Setelah sampai di ruangan itu, saya disuruh Pak Emir Moeis membuka amplopnya. Lalu dibagikan ke teman-teman," kata Dudhie.
Di dalam amplop cokelat itu, kata Dudhie, terdapat 15 amplop putih yang ditujukan untuk 15 anggota Fraksi PDI Perjuangan di Komisi IX. Setiap amplop berisi sepuluh lembar cek, per lembar sebesar Rp 50 juta. Cek itu lalu dibagikan di ruangan Emir. ”Tidak habis dibagikan karena ada rekan yang tidak datang. Setelah itu, Pak Emir yang menyimpan,” kata Dudhie. Dudhie tidak tahu lagi uang itu diberikan kepada siapa oleh Emir. Namun, setahu dia, semua anggota fraksinya di Komisi IX menerima cek pelawat tersebut. Emir Moeis sebelumnya pernah membantah semua tuduhan itu.
Pemilihan Deputi Gubernur Senior BI kala itu diikuti oleh tiga kandidat, Hartadi A. Sarwono, Budi Rohadi, dan Miranda Swaray Goeltom. Pemilihan itu kemudian dimenangi Miranda. Diduga anggota Dewan sepakat memilih Miranda setelah mereka disuap cek pelawat.
Miranda kini dijadikan tersangka oleh KPK dalam kasus suap ini. Dia disangka ikut serta bersama Nunun atas adanya suap kepada anggota Dewan tersebut. Puluhan anggota Dewan 1999-2004 penerima cek pelawat sudah dipidana bersalah. Kecuali Emir Moeis yang sampai saat ini belum dijadikan tersangka.
RUSMAN PARAQBUEQ