TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian RI membantah telah melakukan pembiaran pada saat sejumlah warga merusak Masjid Ahmadiyah di Cipakat, Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat. Sebab, santer kabar sejumlah anggota polisi yang berada di tempat kejadian tidak melakukan pencegahan.
"Penyerangan tidak dari warga yang di depan, tapi yang berada di samping dan belakang masjid, anggota kita sulit menjangkau," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Polisi Muhammad Taufik saat ditemui di kantornya, Jumat 20 April 2012.
Taufik menjelaskan, jumlah personil polisi saat itu tidak seimbang dengan jumlah massa yang menyerang masjid. Menurutnya, kepolisian sudah mengawal kegiatan ini sejak awal.
Kepolisian kemudian mengirim dua pleton atau 180 anggota satuan Pengendali Masyarakat (Dalmas) dari Polres Tasikmalaya untuk menjaga keamanan sekitar masjid jemaat Ahmadiyah.
Insiden penyerangan masjid Ahmadiyah ini terjadi sekitar pukul 09.30. Sekitar 80 orang berkumpul di halaman depan masjid jemaat Ahmadiyah di Cipakat. Mereka adalah warga dari Rukun Warga (RW) 01, RW 02, RW 08, dan RW 11 desa Cipakat. Para warga mendatangi masjid menyerahkan surat pernyataan warga kepada pengurus Ahmadiyah setempat.
"Intinya adalah penolakan terhadap segala bentuk kegiatan Ahmadiyah di wilayah tersebut," kata Taufik.
Insiden ini bermula dari pertemuan perwakilan warga dengan pengurus Ahmadiyah. Warga menyampaikan surat penolakan terhadap aktivitas penganut Ahmadiyah. Menanggapi surat pernyataan warga, menurut Taufik, pengurus Ahmadiyah menjawab dengan berkata, "Saya terima kesepakan ini tapi secara pribadi". Kalimat ini menyulut emosi yang tidak hanya berkumpul di halaman tetapi juga di samping dan belakang masjid Ahmadiyah itu.
Beberapa di antara mereka berteriak, "Kenapa harus pribadi, kenapa tidak secara kelembagaan atau seluruh umat Ahmadiyah". Teriakan ini kemudian disusul aksi melempar batu ke dalam masjid yang menyebabkan pengrusakan.
FRANSISCO ROSARIANS