TEMPO.CO, Jakarta -- Tayangan iklan di televisi tidak hanya disajikan pada waktu jeda acara atau commercial break. Menurut lembaga swadaya masyarakat (LSM) Remotivi, pemilik televisi kerap menyisipkan banyak iklan komersil di tengah acara.
Iklan sisipan itu berupa logo merek pada program olahraga atau infotaiment, segmen kuis dengan sponsor suatu produk, ataupun acara bincang-bincang yang membahas satu produk jasa. "Semua itu disebut iklan susupan," kata penggiat Remotivi, Roy Thaniago, dalam Obrolan Langsat Keseratus, Rabu, 4 April 2012. "Iklan ini bertujuan mendorong sisi konsumerisme penonton."
Meskipun iklan susupan marak dilakukan pemilik media elektronik, masyarakat terlihat tidak keberatan. Berdasarkan survei Remotivi, hampir 64,4 persen penonton televisi mengaku setuju adanya iklan susupan.
Menurut Roy, penonton menyatakan setuju iklan susupan karena mereka tahu iklan itu kebutuhan produsen untuk berpromosi. "Tapi penonton mengabaikan hak mereka untuk mendapat tayangan bermutu," ujarnya.
Di luar iklan susupan, televisi swasta telah membombardir penonton dengan iklan komersil. Dalam sehari, kata Roy, satu televisi swasta menayangkan iklan niaga lebih dari 20 persen. Padahal, berdasarkan Pasal 48 ayat 8 Undang-Undang Penyiaran, penayangan iklan komersil maksimal hanya 20 persen dari total durasi waktu tayang televisi itu.
Televisi yang menayangkan iklan niaga lebih dari 20 persen adalah MNC TV sebanyak 28,8 persen; 27,8 persen di Trans7; 27 persen pada TransTV; 25,8 persen ditayangkan Indosiar; sebanyak 24,6 persen di GlobalTV; 24,8 persen di RCTI; dan 23 persen disiarkan ANTV. Di MetroTV tayangan iklan niaga hanya 8,5 persen dan TVOne sekitar 19,5 persen.
Roy mengatakan durasi iklan niaga pada MetroTV dan TVOne tidak sampai 20 persen. Namun, menurut dia, keduanya adalah channel juga paling sering melakukan iklan susupan. "Misalnya, program acara perumahan yang mempromosikan produk Agung Podomoro Group," kata Roy.
Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Ezki Suyanto mengatakan jika sudah banyak pemilik televisi yang dipanggil terkait durasi iklan ini. "Tapi televisi-televisi itu tricky," kata Ezki. Meskipun sudah ditegur, pemilik televisi berusaha mencari akal supaya iklannya bisa tetap tayang. Misalnya, dengan memasukkan produk iklan ke dalam acara dan menjadi iklan susupan.
Mengenai sanksi bagi televisi itu, Ezki menyatakan belum ada hukumannya. Namun, nantinya akan ada denda bagi televisi yang menayangkan iklan niaga lebih dari 20 persen. "Denda itu diatur dalam undang-undang yang dikeluarkan Kementerian Keuangan," kata Ezki.
CORNILA DESYANA