TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, Wa Ode Nurhayati, menyampaikan penyalahgunaan kewenangan para pimpinan Badan Anggaran (Banggar) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penyalahgunaan ini terjadi pada program Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) di APBN 2011.
"Jadi penyalahgunaan kewenangan itu bukan dilakukan oleh Bu Wa Ode Nurhayati," kata Wa Ode Nurzaenab, pengacara Wa Ode Nurhayati, Senin, 30 Januari 2012.
Wa Ode Nurhayati melaporkan keempat pemimpin Banggar, Melkias Marchus Mekeng, Tamsil Linrung, Olly Dondo Kambey, dan Mirwan Amir, pada pekan lalu kepada penyidik KPK. Dia mengelak disangka menyalahgunakan kewenangan pada proyek tersebut karena yang memiliki wewenang adalah keempat pemimpin Banggar tersebut.
"Keputusan daerah penerima ditandatangani oleh keempat pemimpin Banggar. Bagaimana mungkin klien saya yang menyalahgunakan kewenangan?" kata Nurzaenab.
Nurzaenab mengungkapkan, kepada penyidik KPK, Wa Ode hanya menyampaikan adanya penyalahgunaan wewenang itu disertai dengan bukti surat tanda tangan para pemimpin Banggar. Ihwal bukti mereka menerima uang atau tidak, dia justru mempersilakan KPK mengusutnya. "Terserah KPK, berani mengusut kasus itu atau tidak," kata Nurzaenab.
Politikus Partai Amanat Nasional ini disangka telah menerima suap sebesar Rp 6,9 miliar dari dua kader Partai Golkar, Fadh A. Rafiq yang juga sudah menjadi tersangka dan Haris Andi Surahman. Keduanya yang juga pengusaha ini memberi uang ke Wa Ode dengan maksud agar mendapat proyek DPID di empat daerah, yaitu Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, Bener Meriah (ketiganya di Aceh), serta Kabupaten Minahasa di Sumatera Utara.
Mereka sepakat Wa Ode akan memperjuangkan keempat daerah untuk mendapatkan anggaran sebesar Rp 40 miliar per daerah. Namun ternyata hanya dua kabupaten yang ditetapkan menerima anggaran, yaitu Aceh Besar sebesar Rp 19,8 miliar dan Bener Meriah Rp 24,75 miliar. Fadh dan Haris pun kemudian menagih Wa Ode agar mengembalikan uang yang sudah mereka berikan. Karena ditagih, Wa Ode kemudian mengembalikan uang sebesar Rp 4 miliar.
RUSMAN PARAQBUEQ