TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Laksamana Muda Iskandar Sitompul mengatakan oknum tentara yang bersalah atau melanggar hukum pidana akan diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Ia menegaskan hal ini terkait pemberitaan tentang dugaan keterlibatan oknum prajurit dalam penyelundupan pupuk urea bersubsidi.
"Tidak ada satu pun prajurit TNI yang kebal terhadap hukum," kata dia melalui siaran pers, Rabu, 28 Desember 2011 petang.
Oknum anggota TNI yang diduga terlibat penyelundupan itu berinisial J. Ia bersama beberapa orang lainnya, yang bukan anggota TNI, sedang mengemudikan beberapa truk saat tertangkap polisi di jalan tol Jagorawi. Mereka diduga akan menyelundupkan pupuk urea bersubsidi.
Saat kejadian, oknum berpangkat kopral itu mengemudikan salah satu truk yang mengangkut pupuk selundupan. Ia berperan sebagai pengemudi yang dimanfaatkan oleh cukong yang berinisial RK dan JM. Kasus kedua cukong juga sedang ditangani pihak kepolisian.
Oleh kepolisian, anggota TNI tersebut telah diserahkan ke polisi militer setempat, yaitu Sub Denpom Sukabumi. "Untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dilaporkan kepada komandan satuannya untuk diberikan sanksi," kata Iskandar.
Selasa, 27 Desember 2011 lalu, Kepolisian Sektor Cimanggis bersama Kepolisian Resor Depok melaporkan penyitaan 770 ton pupuk subsidi ilegal, yang berhasil digagalkan pada 22 Oktober lalu, kepada Kementerian Pertanian. Sebanyak 700 ton pupuk disimpan di gudang yang berada di Pelabuhan Sunda Kelapa sebagai barang bukti. Berkas kasus ini sudah lengkap (P21) dan sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung.
Menteri Pertanian Suswono mengatakan penyelewengan dilakukan secara terorganisasi, yang diduga melibatkan oknum TNI. Pupuk bersubsidi yang diambil dari Sukabumi kemudian didistribusikan ke beberapa daerah, khususnya ke wilayah perkebunan di Kalimantan dan Sulawesi. “Jaringannya luas, bukan cuma dari Sukabumi, tapi juga dari Cikampek dan Indramayu,” katanya. Dia menyebutkan, dari hasil penyidikan, keuntungan yang bisa didapat oleh pelaku mencapai Rp 200 juta per 100 ton.
KARTIKA CANDRA