TEMPO Interaktif, Lumjang - Tokoh lintas agama di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, terus mengupayakan agar tidak terjadi kerusuhan SARA di Desa Argosari, Kecamatan Senduro.
Menurut Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Lumajang, Samsul Huda, tokoh-tokoh agama yang tergabung dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) harus bisa meredam ketegangan antarwarga sesama suku Tengger di desa tersebut. “Dialog tokoh lintas agama harus terus dilakukan,” katanya kepada Tempo, Selasa, 1 Nopember 2011.
Masing-masing tokoh agama harus mampu memberikan pemahaman yang benar kepada umatnya agar tidak memaksakan kehendak yang bisa memancing kemarahan penganut salah satu agama.
Kepala Kepolisian Sektor Senduro, Ajun Komisaris Polisi Junaidi, mengatakan pihaknya juga memfasilitasi pertemuan para tokoh agama Islam ataupun Hindu. Pertemuan juga melibatkan sejumlah elemen masyarakat lainnya, termasuk mereka yang dikenal sebagai dukun suku Tengger.
”Mereka sepakat menjaga toleransi antarumat beragama. Setiap masalah yang berpotensi menimbulkan konflik SARA sedini mungkin diselesaikan,” ujarnya, Selasa, 1 November 2011.
Meski suasana di desa tersebut mulai kondusif, potensi terjadi konflik berbau SARA masih dirasakan. Masing-masing kelompok masyarakat yang berlainan agama sesekali melakukan pengamanan di kawasan permukimannya.
Potensi kerusuhan SARA di daerah tersebut diakibatkan aksi perusakan dan pembakaran terhadap permukiman warga suku Tengger yang menganut agama Islam di Dusun Tetelan, Desa Kandang Tepus, Kecamatan Senduro, selama sepekan pertengahan Oktober 2011.
Aksi brutal tersebut melumatkan puluhan pondok warga serta sebuah musala. Satu-satunya tempat ibadah berukuran sekitar 64 meter persegi yang terbuat dari kayu dan bambu itu rata dengan tanah dan hanya tersisa puing-puing yang berserakan.
Aksi yang dilakukan puluhan orang juga membakar sejumlah kandang ternak kambing milik warga. Satu per satu kandang kambing ludes dilalap api.
Balai pertemuan yang didirikan Lembaga Swadaya Masyarakat Padepokan Den Bagus juga tak luput dari aksi perusakan. Aktivis LSM pimpinan Achmad Nur Huda tersebut sejak dua tahun lalu aktif melakukan pendampingan terhadap warga.
Achmad Nur Huda yang biasa disapa Gus Mamak, alumnus Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, menyebutkan aksi perusakan dan pembakaran itu sebagai perbuatan biadab dan tidak berperikemanusiaan.
Pada saat dilakukan pembakaran musala, para pelaku tidak memedulikan sejumlah kitab suci Al-Quran yang juga ikut dilumat api. Sebelum melakukan pembakaran, pelaku menyita seperangkat alat pengeras suara, peralatan salat, seperti mukena dan sajadah. Bahkan satu unit genset yang dijadikan sumber energi untuk menyalakan listrik di musala juga ikut disita (baca: Aksi Pembakaran Permukiman Warga Tengger Terus Terjadi).
DAVID PRIYASIDHARTA