TEMPO Interaktif, Bandung - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, belum mendapati adanya perubahan signifikan aktivitas gunung berapi di seputaran pusat gempa Bali, Kamis, 13 Oktober 2011.
Kendati demikian, pengamat di sejumlah gunung api diminta mengawasi lebih ketat. ”Pengamat agar hati-hati saja, ini SOP (Standard Operation Procedure),” kata Kepala Bidang Pengamatan Gunung Api, PVMBG, Hendrasto, saat dihubungi Tempo, Kamis, 13 Oktober 2011.
Sejumlah gunung api yang diminta diawasi lebih ketat itu berada di wilayah Jawa Timur dan Bali. Dia mencontohkan, di antaranya Gunung Raung, Gunung Ijen, Gunung Batur, Gunung Agung, serta Gunung Semeru. ”Saya pesan, sering-sering dilihat. Kalau ada apa-apa, cepat laporkan,” kata Hendrasto.
Menurutnya, posisi pusat gempa yang terjadi pukul 10.16 WITA itu berada di 143 kilometer arah Barat Daya, Nusa Dua Bali, lebih dekat dengan wilayah Jawa bagian timur. Dia mencontohkan, di Pos Gunung Api Gunung Ijen tercatat kekuatan gempanya IV MMI, di Semeru dan Lumajang II MMI, di Denpasar, Bali, V MMI.
Hendrasto mengatakan, sejumlah gunung api aktif yang relatif berdekatan dengan pusat gempa belum menunjukkan perubahan aktivitas yang signifikan, termasuk Gunung Semeru yang sempat dilaporkan mengeluarkan asap lebih pekat dibandingkan biasanya. ”Belum ada peningkatan sama sekali,” katanya.
Gunung Semeru dilaporkan sempat mengeluarkan asap tebal yang dilaporkan berwarna agak kemerahan. Namun, katanya, itu terjadi pukul 10.17 WIB sebelum gempa Bali terjadi. Hendrasto mengatakan, asap yang membubung dari kawah gunung itu biasanya berwarna putih, saat itu warnanya menjadi lebih gelap, agak kehitaman.
Hendrasto menjelaskan, asap gelap yang keluar dari Gunung Semeru terhitung normal. Tidak sering, katanya, tapi biasa terjadi. ”Mungkin asapnya bercampur debu,” katanya.
Sejumlah gunung api yang relatif lebih dekat dengan pusat gempa, paparnya, juga tidak menunjukkan perubahan signifikan pada aktivitasnya. Dia mencontohkan, Gunung Ijen dan Gunung Bromo, tidak menunjukkan perubahan aktivitas dalam pencatatan peralatan pengamatannya.
Hendrasto menjelaskan, pengaruh gempa pada aktivitas gunung relatif tidak terjadi langsung. ”Tidak secara langsung begitu ada gempa tektonik, biasanya toh perlu waktu. Bisa dalam waktu bulanan, bisa tahunan,” katanya.
Kecuali, katanya, untuk gunung api yang tengah aktif-aktifnya. Dia mencontohkan Gunung Karangetang yang terus-menerus mengeluarkan lava. ”Kalau ada gempa, lava keluar lagi,” kata Hendrasto.
Menurut Hendrasto, kendati tidak berpengaruh langsung, pihaknya tetap mewaspadai kemungkinan perubahan aktivitas gunung api akibat gempa Bali itu.
Data di laman www.bmg.go.id milik Badan Meorologi Klimatologi dan Geofisika disebutkan gempa berkekuatan 6.8 Skala Richter yang terjadi di kedalaman 143 kilometer di laut barat daya, Nusa Dua, Bali, juga terasa di Kuta, Mataram, Madura, Jember, Blitar, Surabaya, Malang, Karangkates, dan Wonogiri.
AHMAD FIKRI