TEMPO Interaktif, Jakarta - Keluarga almarhum Moerdiono larut dalam duka. Mereka merasa kehilangan sosok kebapakan dari mantan Menteri Sekretaris Negara itu.
"Saya sedih. Dia sudah seperti bapak saya sendiri," kata menantu dari anak ketiga Moerdiono, Sruni Narulita, 38 tahun, di rumah duka, Jalan Kertanegara Nomor 17, Selong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat, 7 Oktober 2011 malam.
Kesedihan Sruni berlipat, mengingat ia baru ditinggal suaminya, Novianto Prakoso, 45 tahun, Juli lalu. "Ia meninggal karena sakit juga," katanya. Sruni mengenal sosok Moerdiono sebagai pria yang mengayomi keluarga. "Almarhum amat perhatian," ujarnya.
Adik kandung Moerdiono, Budi Santoso, 60 tahun, juga terpukul dengan kepergian kakaknya itu. "Semua nilai kebaikan ada padanya," katanya sambil membakar tembakau, pada kesempatan yang sama.
Budi menilai kakaknya sebagai pria yang adil. Banyak keteladanan yang almarhum berikan kepada keluarga. "Pembantu saja dia anggap keluarga. Dia tidak membedakannya," ujarnya.
Menurut Budi, ia mendapat kabar duka dari anak kedua Moerdiono, Nanang Indrawan Budi Prasetyo, dari Rumah Sakit Gleneagles, Singapura, pukul 18.45 WIB. "Almarhum meninggal pukul 18.40 WIB."
Sruni mengatakan almarhum sudah disemayamkan langsung di rumah sakit. Di sana, tambah dia, jenazah diurus anak pertama, Ninuk Mardiana Pambudi, dan Nanang. Ia mengaku tidak ada persiapan di Jakarta. "Paling tahlilan saja."
Menurut Budi, tahlilan akan digelar di rumah almarhum yang di Jalan Sriwijaya Nomor 23, Selong, Kebayoran Baru. "Tidak jauh dari rumah ini."
Rencananya, jenazah sampai Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng pukul 13.00 WIB. Budi menginformasikan jenazah akan langsung dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Suasana rumah masih sepi. Tidak ada tenda atau bendera kuning yang dipasang. Keluarga besar almarhum juga belum berdatangan. Rumah sederhana seluas 700 meter persegi itu dijejali wartawan yang menunggu kedatangan jenazah.
HERU TRIYONO