TEMPO Interaktif, Makassar - Diterimanya gugatan keluarga korban pembantaian tentara Belanda di Rawagede, Jawa Barat, pada masa perang kemerdekaan oleh pengadilan Belanda diharapkan bisa menjadi pintu masuk pengusutan tragedi pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan pada 1946-1947.
"Dua peristiwa ini sama-sama kejahatan kemanusiaan. Sangat berpeluang kasus Westerling juga diterima oleh pengadilan Belanda," kata sejarawan Universitas Hasanuddin, Edward Poelinggomang, ketika dihubungi di Makassar, Kamis, 15 September 2011.
Pengadilan sipil Belanda di Den Haag pada Rabu lalu memenangkan gugatan keluarga korban pembunuhan massal di Rawagede, Karawang, Jawa Barat, oleh pasukan Belanda pada 9 Desember 1947.
Liesbeth Zegveld, pengacara korban Rawagede, mengatakan kemenangan ini bisa berimplikasi terhadap korban pembantaian pasukan Belanda lain, termasuk korban Westerling.
Edward mengatakan pembantaian massal tentara Belanda yang belakangan dikenal dengan peristiwa korban 40 ribu jiwa itu harus segera disikapi. Dia mengatakan perjuangan semua kalangan di daerah ini sangat diharapkan agar kasus kejahatan perang itu bisa terungkap.
Baca Juga:
"Jangan sampai peristiwa ini menjadi sekadar seremonial belaka yang diperingati setiap tahun. Harus ada langkah riil untuk membawanya ke pengadilan internasional," ucapnya.
Hal serupa disampaikan sejarawan Universitas Negeri Makassar, Profesor Andi Ima Kesuma. Menurut dia, peristiwa Westerling menjadi perhatian publik di daerah ini karena mengakibatkan jatuh korban yang berjumlah banyak.
"Saya mau pemerintah di daerah ini fokus memperhatikan hal itu. Jangan hanya sibuk mengurus politik, tapi aspek kesejarahan kita dilupakan," ujar dia.
Ima Kesuma mengungkapkan, jika tragedi Rawagede bisa diterima di Pengadilan Belanda, bukan tidak mungkin peristiwa Westerling juga demikian. Ia menyarankan pihak-pihak yang ingin melayangkan gugatan menyiapkan diri dengan sejumlah data, fakta, serta argumentasi yang kuat dan jelas. Salah satu yang harus diperhatikan adalah soal jumlah korban.
Menurut Ima, jumlah 40 ribu itu masih menjadi polemik di sejumlah kalangan. "Saya rasa itu bukan angka yang pasti. Jumlah itu hanya digunakan untuk membahasakan begitu banyaknya korban yang tewas dalam peristiwa itu," kata dia.
Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin menilai harus ada keluarga korban yang memikirkan upaya penuntutan ke pengadilan di Belanda. “Saya kira ini juga momentum yang baik untuk membuktikan keterkaitan dengan pembantaian tersebut,” katanya.
Peristiwa Westerling terjadi pada 1946-1947. Ribuan warga di daerah di Sulawesi Selatan menjadi korban pembantaian tentara Belanda di bawah pimpinan Raymond Paul Pierre Westerling. Di Makassar, untuk mengenang hal tersebut, Pemerintah Kota Makassar mendirikan monumen yang disebut Monumen Korban 40.000 Jiwa di Jalan Langgau, Kelurahan Lalatang, Kecamatan Tallo.
ABDUL RAHMAN | ABOEPRIJADI SANTOSO (DEN HAAG)