TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemeriksaan konfrontir kasus pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi antara Andi Nurpati dan Mashuri Hasan tak banyak menemukan kesesuaian. Terutama terkait kesaksian Andi Nurpati, mantan anggota Komisi Pemilihan Umum ini mengaku tidak bisa mengingat detil peristiwa secara pasti. "Banyak lupanya," ujar pengacara Mashuri Hasan, Edwin Partogi, usai menemani pemeriksaan ataskliennya, 28 Juli 2011.
Edwin menjelaskan, ketidaksesuain tampak dari pengakuan Hasan yang menjelaskan bahwa ia pernah mengantar Andi Nurpati ke ruangan hakim Arsyad Sanusi yang berada di lantai 12. Hasan bahkan sempat mengantar Andi turun melalui lift pada pertemuan yang berlangsung di hari ulang tahun MK pada tanggal 13 Agustus 2009 itu. "Saat itu Andi berbicara kepada Hasan dan mengatakan bahwa ia akan mengirim surat ke MK," ujarnya.
Namun pengakuan itu gagal terkonfirmasi. Andi yang ditemui usai pemeriksaan mengaku tidak ingat bahwa ia pernah menemui Arsyad. Namun ia membenarkan adanya pertemuan tersebut. Andi pun membantah keterangan Hasan yang menyatakan bahwa ia berinisiatif menelpon Hasan untuk menyerahkan surat bernomor 112 tentang jawaban MK atas surat permohonan penjelasan hukum yang diajukan KPU terkait sengketa pemilu Sulawesi Selatan I.
Menurut pengakuan Hasan, kata Edwin, surat itu diserahkan Hasan setelah ia ditelepon Andi pada tanggal 14 Agustus. Bahkan, surat yang diserahkan di kantor KPU itu sempat dibaca oleh Andi untuk kemudian diserahkan kepada supir pribadinya, Aryo. "Waktu itu Andi sempat membaca, tapi menolak menerima surat itu dan meminta menyerahkan kepada Aryo. Namun, Andi mengaku tidak membaca surat tersebut," katanya.
Edwin mengaku heran dengan pengakuan tersebut. Menurut dia, pengakuan tersebut terasa janggal untuk ukuran anggota komisioner KPU yang kecerdasannya diatas rata-rata pegawai KPU. "Kalau jawabannya terus lupa-lupa, lebih baik bu Andi bergabung saja dengan personil band Kuburan," katanya. Menurut rencana, kata Edwin, pemeriksaan konfrontir akan kembali digelar esok hari dengan sejumlah staf MK.
Dugaan pemalsuan surat mencuat lantaran KPU menetapkan kursi untuk caleg Partai Hanura. Padahal, kursi yang sempat disengketakan di MK itu menetapkan peroleh suara untuk caleg Partai Gerindra. Hasil penyelidikan tim internal MK menyimpulkan adanya konspirasi antara sejumlah staf MK dengan komisioner KPU, Andi. Namun hasil penyidikan baru menetapkan status tersangka terhadap mantan juru panggil MK, Mashuri Hasan.
RIKY FERDIANTO